Fetching data...

Sunday, 20 December 2020

Allah Tidak Perlu Dibela (?)


Allah sudah atur dan tegaskan; munafik ya munafik, menyeleweng dari yang terang dalam syari'at dan aqidah ya sesat, bukan Muslim ya kafir. 

Allah juga perintahkan agar tidak mengejek kepercayaan dan agama yang lain. Allah perintahkan untuk saling kasih mengasihi sesama manusia, tolong menolong dalam kebaikan, saling harga menghargai, bersikap toleran, menjaga solidaritas dan menghormati harkat dan martabat sesama manusia. 

Intinya soal urusan manusia kepada manusia, sudah Allah atur dengan sangat indah dan megah, termasuk urusan manusia dengan Tuhannya, yang di antaranya adalah bagaimana seorang muslim beragama dan menjaga akidahnya.

Tetapi kok berani-beraninya ada yang menganulir keputusan Allah itu? Mereka tidak tegas memosisikan munafik ya munafik, sesat ya sesat, kafir ya kafir. Bukankah itu nyerobot hak Allah? Ikut campur urusan Allah? Tetapi ketika ada sesama muslim yang marah terhadap penghinaan pada Allah, tiba-tiba mereka yang tadi berteriak: "Allah tidak perlu dibela!". Apakah hak Allah boleh diserobot tapi Allah tidak perlu dibela? Boleh ikut campur urusan Allah tetapi tidak boleh cemburu saat ada yang menghina-Nya? Kayaknya beragama tidak selucu dan sepengecut itu.

Allah memang tidak butuh dibela dan tidak butuh ditolong. Toh DIA tetap Maha Kuasa walau sejuta manusia mengingkari-Nya. DIA tetap  Ilah, tetap Rabb dan tetap Allah meski seisi bumi mengobok-obok aturan-Nya. Bukan karena DIA lemah sehingga kita membela-Nya, toh mau kita bela ataupun tidak, tidak ada pengaruhnya untuk-Nya. Allah itu Maha Kuat. 

Bukan DIA,  tapi kita lah yang butuh membela-Nya dan membela agama-nya, menolong-Nya dan menolong agama-nya. Supaya kita mendapatkan kemuliaan dari-Nya, mendapat ridha-Nya, diteguhkan kedudukan kita dan diberikan jalan keluar.

Yaa ayyuhalladzina aamanu intanshurullah yanshurkum wa yutsabbit aqdaamakum.

Lagi pula orang beriman itukan asyaddu hubbal lillah, benar2 cinta pada Allah,  dan bukankah cinta itu menggerakkan? Bukankah cinta itu lah mengapa ada cemburu? Pantaskah kita berkata beriman sementara tidak tergerak kepada Allah? Pantaskah kita mengaku hamba tapi tidak cemburu untuk menolong-Nya?

Atau jangan-jangan lebih penting membela harakah, organisasi, budaya, kelompok, tokoh, patron, tradisi dan lain sebagainya ketimbang Allah? Kesemuanya itu menjadi "berhala" saat mereka juga mengaku menyembah Allah.

Na'uzubillah min dzalik!

Load comments

Ads 970x90