Fetching data...

Friday, 10 June 2016

Waspadai PKI! Agar Tak Jatuh Dilubang yang Sama

Akhir-akhir ini isu kebangkitan PKI semakin sengit terdengar, dapat disaksikan di media online maupun media offline berita tentang berbagai aktifitas PKI yang menandai adanya upaya terang-terangan untuk unjuk muka dan bangkit kembali.

Tentu ini sebentuk persoalan serius dan merupakan upaya  mengorek luka lama bangsa ini akibat kebiadaban PKI yang tentu tak akan mungkin hilang dari ingatan sejarah bangsa ini.

Namun sayangnya fenomena ini justru ditangapi dengan sikap tidak pantas oleh pemimpin negeri ini, seolah PKI bukan masalah serius dan tidak membahayakan negara. Sikap pemimpin negeri ini dengan menyuruh aparat untuk tidak berlebihan dalam menindak fenomena ini, justeru patut dipertanyakan, karena ini membingungkan. Sebab pemerintah yang seharusnya menjalankan dan melindungi konstitusi, justeru seperti bersikap setengah hati. Padahal PKI adalah jelas tertulis sebagai organisasi dan paham terlarang di negeri ini, hal ini diatur dalam TAP MPRS NO 25 Tahun 1966 tentang pembubaran PKI dan UU RI No 27 Tahun 1999 berkaitan dengan kejahatan terhadap negara. Kejahatn PKI pun tidak mungkin dihilangkan dari sejarah bangsa ini, peristiwa G-30-S1965 yang dipimpin Letkol Untung; telah menghabisi tujuh jenderal secara kejam, belum lagi peristiwa 17 tahun sebelumnya, yaitu tahun 1948; dimana PKI dibawah komando Muso melakukan penghianatan dan pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Indonesia; manusia sebangsanya sendiri, yang merupakan pembantaian terbesar yang belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia, baik di masa kolonial belanda maupun di masa Majapahit. Kenyataan yang terang benderang ini sangat aneh jika justeru absen dari ingatan seorang pemimpin negara Indonesia.

Keanehan lainnya adalah ketika fenomena kemunculan PKI  ini, malah dengan tega disebut oleh seorang tokoh di negeri ini sebagai trend anak muda, sehingga masyarakat tidak perlu berlebihan menyikapinya. Malah ada juga yang menyebutkan bahwa komunis itu adalah barang usang, sehingga tidak perlu dianggap sebagai persoalan serius yang berbahaya. Bahkan ada sebagian aktifis Islam yang berlagak sok bijak, yang dengan sinisnya menuding reaksi masyarakat Indonesia terhadap fenomena kebangkitan PKI ini sebagai suatu sikap berlebihan dan sebentuk sikap kebencian yang menggelap gulitakan. Bagi saya ini adalah kekonyolan yang menggelikan, sebab hanyalah sebuah sikap konyol ketika memilih untuk disakiti untuk yang kedua kali bahkan kesekian kali, atau hanya suatu pilihan konyol ketika memutuskan untuk dihianati dan dilukai untuk kedua kali bahkan untuk kesekian kali. Rasulullah bahkan dengan tegas mengingatkan umatnya tentang pentingnya kewaspadaan agar jangan sampai jatuh dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya;  "Laa yuldagu almu'minu min juhrin waahidin marrotain" (HR. Muslim).


Betapa pendek pertimbangan orang-orang yang acuh bahkan mendukung tumbuh dan berkembangnya (lagi) PKI  di Indonesia, mereka berdalil dengan demokrasi bahkan HAM, mereka lupa bahwa bangsa ini bukan bangsa ecek-ecek yang buta dan tuli pada sejarah serta bangsa tanpa aturan. Jelas ada bercak hitam yang dibuat PKI \, sehingga layak untuk tidak boleh hidup di Negeri ini, bahkan karakter bangsa ini yang berke-Tuhanan yang Maha Esa tentu sangat tidak mungkin menerima PKI Komunis yang mengingkari adanya Tuhan yang Maha Esa, sehingga bangsa ini -dengan peraturannya yang jelas tentang pembubaran PKI dan kejahatan terhadap Negara-  telah dengan tegas mengharamkan PKI Komunis hidup di atas tanah Indonesia. 

PKI itu licik, dan karena kelicikannya itu PKI tampil dan menuntun bangsa ini meminta maaf dan bertanggung jawab atas pemberangusan orang-orang PKI pasca G-30-S tahun 1965. Mereka menuduh bahwa TNI dan masyarakat anti komunis dengan tiba-tiba dan tanpa alasan yang jelas, membantai orang-orang PKI pasca G-30-S tahun 1965. Sehingga PKI menganggap bahwa sudah selayaknya bangsa Indonesia meminta maaf untuk mengakui kesalahannya  serta bertanggung jawab atas pembantaian itu. Tentu tuntutan PKI ini  jelas-jelas merupakan suatu kelicikan dan tuduhan yang tak berdasar, dengan bermodalkan HAM dan demokrasi mereka berani meminta pertanggung jawaban pada bangsa ini, seolah-olah mereka tanpa noda dan tak bersalah. Maka perlu diingat bahwa, pemberangusan PKI pasca G-30-S adalah merupakan klimaks dari kesabaran bangsa Indonesia yang benar-benar diuji oleh PKI sebelum 1965, sebab berbagai aksi test-case PKI menjelang gestapu pada tahun 1964-1965 di berbagai tempat di Indonesia. Berbagai cara dilakukan PKI untuk menimbang-nimbang kekuatan bangsa ini, terutama umat Islam untuk memastikan jalan mereka mulus dalam merebut kekuasaan, terlebih ketika Demokrasi terpimpin dilaksanakan dan dengan dalil NASAKOM, PKI benar-benar seperti mendapat angin segar. Betapa tidak, setelah pelaksanaan demokrasi terpimpin dengan poros NASAKOMnya, berbagai ujian dialami umat Islam dan bangsa ini. Partai anti komunis dibubarkan, pembredelan surat kabar, pelarangan peredaran buku tertentu, penahanan tokoh-tokoh anti komunis, serta berbagai aksi-aksi dilakukan PKI untuk menggoyang kekuatan umat Islam dan bangsa ini, sampai pada puncaknya adalah tragedi 30 september itu. Maka sangat wajar jika umat Islam dan bangsa ini marah, sebab tentu setelah membantai tujuh jenderal itu, PKI akan melakukan hal yang jauh lebih besar lagi; yaitu memberontak dan merebut Negara yang tercinta ini. Maka dari pada PKI berbuat onar lebih jauh lagi, yang itu akan sangat berbahaya bagi bangsa, maka adalah langkah yang tepat jika umat Islam dan bangsa ini bergerak cepat melumpuhkan PKI.

Ingatan bangsa ini pun tidak mungkin akan hilang begitu saja atas apa yang dilakukan PKI 17 tahun sebelum tragedi G-30-S. Pembantaian besar-besaran yang dilakukan PKI terhadap rakyat, para ulama dan santri, adalah kekejaman yang sudah terlanjur membekas dan tertanam kuat dalam ingatan umat Islam dan bangsa ini. Sebuah kekejaman yang mirip dengan apa yang dilakukan Stalin terhadap 40 juta rakyat Uni Soviet, manusia sebangsanya sendiri. Umat Islam dan bangsa ini tentu tidak menginginkan peristiwa memilukan itu terjadi lagi, maka hal ini juga menjadi alasan yang logis bagi Umat Islam dan bangsa ini untuk melumpuhkan PKI secepat mungkin sebelum keonaran yang mereka buat akan menjadi lebih mengerikan pasca pembantaian tujuh jenderal. Sebab umat Islam dan bangsa ini tidak boleh jatuh dalam lubang yang sama, cukup keonaran-keonaran yang dibuat PKI di masa yang lalu itu menjadi pelajaran agar lebih waspada dan lebih tegas lagi terhadap PKI yang sangat berpotensi merusak bangsa ini.

PKI perlu diwaspadai, selain karena noda yang dibuatnya dalam lembaran sejarah serta karakternya yang jauh berseberangan dengan bangsa yang berke-Tuhanan ini, kelicikannya menjadi hal yang perlu diantisipasi. Lebih baik mencegah daripada terlanjur hancur bangsa ini di tangan PKI. Karakter PKI yang komunis, akan melakukan cara apapun untuk mencapai tujuannya, sekalipun dengan kejam menciptakan koflik dan jika perlu pertumpahan darah. Dalam sejarah Indonesia, jelas PKI pernah melakukan blunder yang luar biasa ketika menggunakan atau membawa-bawa agama untuk mengumpulkan masa dan melakukan propaganda terhadap Belanda, padahal jelas-jelas PKI adalah netral agama, semua itu dilakukan dengan dalil memperjuangkan rakyat, namum tragis; pemberontakan tanpa persiapan matang itu akhirnya dengan mudah ditumpas Belanda dan rakyat menjadi korbannya.

Sekali lagi bahwa, membiarkan PKI tumbuh, berkembang dan beranak-pinak lagi di Negeri ini adalah merupakan aksi bunuh diri yang konyol. Cukuplah sejarah kelam kekejaman PKI menjadi guru bagi kita, betapa pentingnya mencegah komunis hidup di Negeri ini. Mungkin kita telah muak dengan kapitalisme yang menggurita di Negeri ini, tetapi tidak lantas mengambil PKI sebagai solusi. Karena komunisme dan kapitalisme adalah penyakit yang sama-sama berbahaya. Dua kutub yang saling berlawanan ini, sama-sama berbahaya untuk dipakai. Kapitalis menciptakan masyarakat elitis sedangkan komunis menciptakan masyarakat tanpa kelas, namun akhirnya kapitalis mengingkari pemerataan ekonomi disamping pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan, sedangkan komunis mengingkari pertumbuhan ekonomi disamping pemerataan ekonomi yang dihasilkan. Sehingga kapitalis dan komunis adalah dua hal yang sama-sama tidak bisa diandalkan. Jika kapitalis dengan karakternya yang tidak mementingkan Tuhan, mencitakan manusia yang tamak dan miskin nurani sosial, serta jauh dari ketenangan jiwa dan kesegaran ruhani. Maka Komunis yang dengan mengingkari adanya Tuhan, mustahil mampu menjadikan masyarakat yang tenang jiwanya dan damai ruhaninya. Dengan kondisi manusia kebingungan hasil karya kapitalisme dan komunisme itu, maka mustahil kemakmuran dan kedamaian akan menghampiri Negerinya.

Waspadalah, lebih baik mencegah daripada kita yang akan menyesal di kemudian hari, jangan sampai bangsa ini terperosok pada lubang yang sama untuk kesekian kalinya.

Wallahu'alam

Load comments

Ads 970x90