"Jangan pernah mundur walau setapak karena mundur adalah penghianatan." (Amin Sudarsono: Presiden Partai PAS 2001-2002)
Ironi Kader Dakwah
Politik adalah sebuah terminolgi yang kini tidak lagi menjadi topik pembicaraan di dalam locus-locus diskusi apalagi obrolan lepas kader-kader dakwah di UIN Sunan Kalijaga.
Terlebih Politik Praktis kampus, sepi dari pembicaraan dan jauh dari pikiran kader-kader dakwah. Seperti barang baru, politik praktis kampus menjadi begitu asing di telinga kader-kader dakwah.
Terlebih Politik Praktis kampus, sepi dari pembicaraan dan jauh dari pikiran kader-kader dakwah. Seperti barang baru, politik praktis kampus menjadi begitu asing di telinga kader-kader dakwah.
Putusnya transfer risalah dan edukasi politik praktis kampus menjadi asbab kebingungan ini. Semenjak dikeluarkannya surat pernyataan dari partai PAS -sebuah partai kebanggaan yang menjadi kendaraan politik praktis kader-kader dakwah dalam menghadapi PEMILWA- bahwa tidak berpartisipasi dalam PEMILWA tahun 2013, adalah menjadi awal dari putusnya edukasi politik praktis yang sangat penting itu. Betapa tidak, kader-kader militan yang terekrut dalam salah satu lembaga dakwah (KAMMI) di akhir-akhir tahun 2012 dan awal tahun 2013 yang ketika itu dengan polos dan semangatnya telah mengikuti setengah perjalanan menuju PEMILWA 2013, mereka hampir hanya tidur beberapa puluh menit saja di malam hari untuk menyiapkan "penyerangan rahasia" ke kampus dan sibuk membantu senior-seniornya menyiapkan segala sesuatu termasuk ikut dalam rapat-rapat tertutup aliansi partai hingga terlibat bentrokan besar dengan satpam ketika demonstrasi di depan gedung rektorat, harus merasakan pelajaran politik praktis yang "setengah jalan". Proses akslerasi menjadi "mahasiswa politisi" pun akhirnya mandek di tengah jalan. Semenjak saat itu, mulai 2013 hingga tahun ini; 2015. Terhitung hampir dua tahun lebih, kader-kader dakwah sama sekali tidak pernah bersinggungan dengan politik praktis kampus, bahkan walau hanya sekedar wacananya saja.
Maka kenyataan hari ini, dimana kader-kader dakwah hanyalah kumpulan orang-orang shalih-shalihah yang fokus pada akademik, isu-isu sosial kemasyarakatan dan keagamaan serta sama sekali miskin sense of politic adalah merupakan jawaban pahit dari risalah edukasi politik praktis yang pernah terputus itu. Tentu ironi ini sangat menggelikan tetapi juga memilukan; kader-kader dakwah tanpa sense politik. Padahal Imam Hasan Al Banna -salah satu tokoh dan panutan yang dikagumi kader-kader dakwah- pernah mengatakan bahwa “Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang politisi, mempunyai pandangan jauh ke depan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya.” Tentu kapasitas kita sebagai mahasiswa yang skup garapan dakwahnya adalah kampus, mau tidak mau kita tidak boleh merasa anomali terhadap politik. Terlebih karena kita adalah kader-kader dakwah.
Hajat Besar Itu Telah Tiba
Hari ini gemuruh pesta demokrasi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga mulai menggema kembali di langit kampus putih, sebuah fenomena yang kini terasa asing dan mungkin juga terasa aneh oleh sebagian besar kader-kader dakwah di UIN Sunan Kalijaga. Apalagi pedoman pesta demokrasi atau PEMILWA tahun ini berbeda dari sebelum-sebelumnya, yaitu kolaborasi sistem partai (Lama) dan sistem HMJ/utusan (baru) yang ditetapkan dari DIRJEND PENDIS.
Ada dua pilihan besar yang mau tidak mau harus dipilih oleh kader-kader dakwah pada momentum PEMILWA tahun ini di tengah krisis sense of politic yang bersarang pada diri mereka. Yaitu yang pertama, Ikut berpartisipasi dalam PEMILWA dengan rasio sarana dan sumber daya manusia yang minim, namun sense politik praktis kampus dapat disemai kembali dengan adanya edukasi politik praktis di lapangan. Kedua, tidak ikut berpartisipasi dalam PEMILWA dengan konsekuensi akan semakin akut apatisme kader-kader dakwah terhadap politik praktis kampus dan akan kehilangan momentum edukasi politik praktis di tahun ini, namun tidak akan ada tenaga, waktu, pikiran dan materi yang akan terkuras lebih banyak serta ketegangan antar rival politik tidak akan terjadi. Dua pilihan ini memang sama-sama sulit, namun sayang tidak ada opsi untuk tidak memilih salah satu dari kedua pilihan diatas, walau memang tidak memilih juga adalah pilihan. Maka yang harus dilakukan adalah memilih pilihan yang paling mungkin untuk memberikan mudharat lebih sedikit. Dan di dalam keadaan semacam ini, yang harus kita perhatikan adalah bagaimana nasib kader-kader dakwah pada masa-masa yang akan datang serta cita-cita menciptakan kampus madani.
Pilihan pertama menawarkan adanya edukasi politik praktis kampus secara langsung, sehingga pada masa-masa selanjutnya kader-kader dakwah tidak akan terlalu gagap terhadap politik praktis kampus. Sehingga kedepan program-program dakwah internal maupun eksternal dapat dijalankan dengan baik, sebab seperti yang dikatakan oleh Imam hasan Al-Banna; “Politik adalah hal memikirkan tentang persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat.” Disini termasuk keikutsertaan menentukan dan membuat kebijakan, ikut melaksanakan kebijakan dan memberi teladan berpolitik yang benar.
Pilihan kedua memberikan tawaran yang lebih ringan, yaitu kader-kader dakwah tidak perlu memaksakan keadaan, memaksakan SDM dan sarana-sarana perjuangan politik yang sangat minim dalam PEMILWA tahun ini. Sehingga Tenaga yang ada tidak perlu dikuras habis-habisan dan dapat dipergunakan dalam agenda-agenda dakwah yang lain. Namun, disisi lain apatisme kader terhadap politik praktis kampus akan semakin parah dan masa-masa selanjutnya kader-kader dakwah akan mendapat alasan yang semakin kuat untuk dicap sebagai "gagap politik kampus" bahkan "buta politik kampus". Sehingga mereka tidak dapat menggarap proyek-proyek dakwah pada ranah formal kampus serta kebijakan-kebijakan yang sifatnya birokratis yang terkadang mempersempit gerak dakwah di kampus.
Maka pilihan yang paling mungkin dipilih demi mengambil yang paling sedikit mudharatnya adalah memilih pilihan yang pertama.
Mengapa Kita Harus Maju?
Pertanyaan besar yang sering membuat kita ragu pada politik praktis kampus adalah; mengapa kita harus ikut dalam politik praktis kampus?. Atau mengapa kita harus telibat dalam PEMILWA?. Bukankah jika hanya untuk berdakwah, ada banyak sekali cara dan strategi yang lebih ringan dapat kita gunakan?. Bukankah PEMILWA hanya akan menguras tenaga, fikiran bahkan materi. Dan tidak hanya sampai disitu, gesekan dan benturan dengan organisasi-organisasi/ partai-partai lain akan terasa begitu keras.
Memang harus kita akui bahwa, pilihan untuk terjun dalam politik praktis kampus dengan berpartisipasi dalam PEMILWA bukanlah pilihan yang sederhana, sebab dengan mengambil pilihan itu maka kita secara langsung sudah siap dengan semua konsekuensinya yang tidak ringan. Namun jika kita mengerti urgensi dari politik praktis kampus, konsekuensi-konsekuensi dari PEMILWA yang tidak ringan itu bukanlah menjadi masalah atau sebab logis kita menarik diri dari politik praktis kampus. Sebab itulah tantangannya, semakin besar proyek dakwah yang kita garap tentu akan berbanding lurus dengan konsekuensi yang harus kita pikul.
Hal yang harus kita ingat bahwa, tujuan mengikuti PEMILWA bukan hanya sekedar bagaimana kader-kader dakwah faham tentang mekanisme, dinamika dan strategi dalam merebut pengaruh dan dukungan mahasiswa agar partai dan orang-orang yang kita usung dapat menjadi pemenang dalam PEMILWA. Persoalannya tidak hanya selesai pada proses PEMILWA saja, tetapi yang terpenting adalah hal yang ada setelah itu, yaitu Student Goverment yang terbentuk dari hasil PEMILWA. sehingga kalimat "Sudah jatuh tertimpa tangga", agaknya tidak terlalu berlebihan jika diberikan kepada kader-kader dakwah ketika enggan berpartisipasi dalam PEMILWA. Sebab selain kehilangan kesempatan mendapatkan edukasi politk secara langsung, kader-kader dakwah juga tidak dapat memberikan andil dan sumbangsih dalam Student Goverment/Pemerintahan Mahasiswa/ORMAWA. Padahal kedudukan Student Goverment adalah sebagai kelengkapan non-struktural pada setiap PTAI yang bersangkutan. Tugas dan wewenang Student Goverment adalah proyek-proyek strategis yang dapat digarap untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita para kader dakwah, yaitu menjadikan kampus yang benar-benar Islami. SEMA (senat mahasiswa), DEMA (dewan mahasiswa), Kegitan Mahasiswa di Tingkat PTAI, SEMA-F (senat mahasiswa fakultas), DEMA-F (dewan mahasiswa fakultas) dan HMJ (himpunan mahasiswa jurusan) adalah komponen-komponen dalam Student Goverment yang merupakan pos-pos penting yang harus dimasuki jika kita hendak menciptakan ruang yang luas bagi gerakan dakwah serta menjadikan UIN Sunan Kalijaga menjadi kampus yang benar- benar Islami. Selain kita memberikan sumbangan pemikiran dan kepentingan-kepentingan kita dan para konstituen pada pembuatan kebijakan di tingkat SEMA (senat mahasiswa) yang merupakan lembaga legislatif dan turut serta dalam mengontrol, mengawasi secara formal serta melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan SEMA dengan sabaik mungkin pada tingkatan DEMA (dewan mahasiswa), kita sebagai kader-kader dakwah juga dapat memberikan teladan atau contoh tentang bagaimana mengelolah pemerintahan kampus -yang merupakan sebuah miniatur negara- dengan jujur, adil serta mengayomi semua elemen mahasiswa serta bagaimana bekerja secara profesional dan sungguh-sungguh agar UIN Sunan Kalijaga menjadi kampus jauh lebih baik dan lebih Islami.
Ini momentum kita, Siapkan dirimu!
Maka setelah kita mengerti pentingnya berpolitik praktis di kampus dan pentingnya ikut serta dalam mengelolah Student goverment di UIN Sunan Kalijaga, tentu kita tidak ragu lagi untuk terjun dalam pusaran politik praktis kampus. Apalagi sistem PEMILWA tahun ini jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, maka ini kesempatan kita, ini momentum kita untuk bergerak lagi dan ambil bagian dalam kancah pertarungan politik praktis di UIN Sunan Kalijaga.
Kita harus memulainya dari hari ini, untuk mencegah kemudharatan yang lebih besar. Lebih baik kita bermandikan keringat hari ini dalam menyiapkan kekuatan walau dengan rasio SDM dan sarana yang sangat minim, karena potensi besar itu harus dimunculkan dalam keterbatasan ini. Daripada kita akan merasakan pahitnya kegagapan politik dan terus-terusan menjadi penonton di kampus sendiri. Hajat besar ini harus kita sambut dengan kepalan tangan penuh semangat, jangan sampai justru hajat besar PEMILWA 2015 malah terasa asing bagi kader-kader dakwah. kita harus merapatkan barisan dan menyatukan suara, ini saatnya sejarah baru dibuat di UIN Sunan Kalijaga. Ingat kembali pesan Amin Sudarsono (presiden pertama partai PAS UIN Sunan Kalijaga); “Jangan pernah mundur walau setapak, karena mundur adalah pengkhianatan!." Allahu Akbar!