Efek rumah kaca, yang pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourierpada 1824, merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya. Efek rumah kaca dapat berarti dua hal yang berbeda, yaitu efek rumah kaca yang terjadi alami di bumi dan efek rumah
kaca akibat ulah tangan-tangan manusia. Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar. Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat. [1]
kaca akibat ulah tangan-tangan manusia. Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar. Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat. [1]
Efek dari rumah kaca adalah pemanasan global, ini sangatlah berbahaya. Walau memang hal postifnya adalah perubahan suhu antara siang dan malam menjadi tidak begitu ekstrim. Berikut adalah sebab-sebab terjadinya pemanasan global:
1. Polusi Karbondioksida dari pembangkit listrik bahan bakar fosil
Ketergantungan kita yang semakin meningkat pada listrik dari pembangkit listrik bahan bakar fosil membuat semakin meningkatnya pelepasan gas karbondioksida sisa pembakaran ke atmosfer. Sekitar 40% dari polusi karbondioksida dunia, berasal dari produksi listrik Amerika Serikat. Kebutuhan ini akan terus meningkat setiap harinya. Sepertinya, usaha penggunaan energi alternatif selain fosil harus segera dilaksanakan. Tetapi, masih banyak dari kita yang enggan untuk melakukan ini.
2. Polusi Karbondioksida dari pembakaran bensin untuk transportasi
Sumber polusi karbondioksida lainnya berasal dari mesin kendaraan bermotor. Apalagi, keadaan semakin diperparah oleh adanya fakta bahwa permintaan kendaraan bermotor setiap tahunnya terus meningkat seiring dengan populasi manusia yang juga tumbuh sangat pesat. Sayangnya, semua peningkataan ini tidak diimbangi dengan usaha untuk mengurangi dampak.
3. Gas Metana dari peternakan dan pertanian.
Gas metana menempati urutan kedua setelah karbondioksida yang menjadi penyebab terdinya efek rumah kaca. Gas metana dapat bersal dari bahan organik yang dipecah oleh bakteri dalam kondisi kekurangan oksigen, misalnya dipersawahan. Proses ini juga dapat terjadi pada usus hewan ternak, dan dengan meningkatnya jumlah populasi ternak, mengakibatkan peningkatan produksi gas metana yang dilepaskan ke atmosfer bumi.
4. Aktivitas penebangan pohon
Seringnya penggunaan kayu dari pohon sebagai bahan baku membuat jumlah pohon kita makin berkurang. Apalagi, hutan sebagai tempat pohon kita tumbuh semakin sempit akibat beralih fungsi menjadi lahan perkebunan seperti kelapa sawit. Padahal, fungsi hutan sangat penting sebagai paru-paru dunia dan dapat digunakan untuk mendaur ulang karbondioksida yang terlepas di atmosfer bumi.
5. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan
Pada kurun waktu paruh terakhir abad ke-20, penggunaan pupuk kimia dunia untuk pertanian meningkat pesat. Kebanyakan pupuk kimia ini berbahan nitrogenoksida yang 300 kali lebih kuat dari karbondioksida sebagai perangkap panas, sehingga ikut memanaskan bumi. Akibat lainnya adalah pupuk kimia yang meresap masuk ke dalam tanah dapat mencemari sumber-sumber air minum kita. [2]
Bagaimana pandangan Islam terkait rumah kaca?
Kami tidak akan menyoroti detail-detail efek rumah kaca, namun kami akan menitik beratkan pada efek yang ditimbulkan, yang mana itu sangatlah berbahaya bagi kelangsungan kehidupan di bumi. Islam tentu punya aturan tentang bagaimana kita berinteraksi dengan bumi ini, agar kemudian kita tak merusak bumi kita ini dengan tangan-tangan kita yang jahil. Karna kerusakan yang terjadi sejatinya adalah ulah manusia sendiri. Kita sebagai manusialah yang kurang bijak bersahabat dengan bumi. Allah berfirman: ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (QS Ar-Rum:41). [3]
Alam raya ini (termasuk bumi) bukan hanya semata-mata untuk kebutuhan hidup manusia, seperti untuk tempat tinggal, mencari makan, bertamasya dan lainnya. Di dalam Islam diatur juga bahwa alam ini (temasuk bumi) beserta isinya adalah merupakan tanda-tanda dari Allah kepada manusia, untuk menunjukkan kebesaran Allah. Sebagaimana firmannya: ”Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin”(QS Adz-Dzariyat:20). Tanda-tanda kebesaran itu menjadi hal yang mustahil dapat kita ambil, jika kita malah memperlakukannya tidak layak. Allah telah menciptakan bumi dan alam raya ini sedemikian rapih, sistematis, menakjubkan dan sangat luar biasa. Banyak pelajaran dan pesan-pesan kebesaran yang Allah sampaikan dalam ayat-ayat kauniahnya itu, namun sayangnya tak semua orang menyadari dan mau mengambilnya. Jika saja manusia mau dengan bijak memperlakukan bumi, bukan tidak mungkin pesan-pesan Allah itu bisa kita ambil. Uniknya, hampir seluruh proses kehidupan di bumi ini membentuk semacam mata rantai (ekosistem) yang saling tergantung, saling membutuhkan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Secara sederhana, langit ibarat atap bangunan yang terdiri dari udara dan ruang angkasa yang dalam kekuasaan Allah mampu bertahan secara terus menerus diatas permukaan bumi. Sehingga proses kita menjalani hidup di bumi ini, akan sangat mempengaruhi keadaan langit (atmosfer) dan juga bumi itu sendiri.
Namun demikian, akibat kelalaian dan kecerobohan umat manusia dalam berhubungan dengan alam –seperti juga yang telah kami jelaskan diatas- keteraturan dan keseimbangan tersebut menjadi rusak. Sehingga pemanasan global menjadi tak terhindarkan lagi. Demikian juga perubahan iklim menjadi fenomena yang tidak dapat dihindari. Sikap tidak peduli terhadap keseimbangan alam merupakan salah satu sebab dari pemanasan global yang kemudian berpengaruh terhadap perubahan iklim. Penilaian tersebut bisa dipahami dari penegasan firman Allah: “Jika mereka melihat sebagian dari langit gugur, mereka akan mengatakan “itu adalah awan yang bertindih-tindih”. (Qs. ath-thur: 44).
Fakta kerusakan ekosistem, kroposnya lapisan ozon, ketidak teraturannya cuaca/iklim, dan kerusakan yang lainnya itu, secara tersirat Allah gambarkan dalam firmannya: “dan andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu, pasti rusaklah langit dan bumi ini berikut semua orang yang berada didalamnya. (Qs. al-mu’minun: 71). Ayat ini seolah-olah ingin mengingatkan bahwa jika kebenaran (sunatullah) berupa keseimbangan ekosistem, yang menjadi penyangga alam semesta yang berfungsi membendung pemanasan global kemudian dikalahkan oleh nafsu dan intervensi manusia, maka pemanasan global dengan segala dampaknya akan sulit dibendung. Jika keadaan ini terus terjadi maka hanya menunggu waktu saat kehancuran bumi.
Andai saja manusia mau berlaku baik dalam kehidupannya, dengan mengindahkan rambu-rambu yang telah Allah gariskan. Tentu tidak akan pernah terjadi pemanasan global yang mengerikan itu. Ini dengan sangat jelas Allah katakan dalam firmannya: “dan Tuhan mu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Hud: 117).
Ada banyak ayat-ayat dalam al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk berlaku baik dan tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak lingkungan, termasuk pemanasan global ini. Ayat-ayat itu antara lain: “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash :77), ”Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya” (QS. Al-A’raf : 56), “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (QS al-Syuara’ :183), serta beberapa ayat lainnya.
Pemanasan global yang merupakan efek dari rumah kaca, harus sebisa mungkin kita cegah, sebab kerusakan yang diakibatkannya sangatlah besar. Sudah panjang lebar kami paparkan ayat yang memerintahkan untuk tidak berbuat kerusakan, maka jelas sekalu bahwa; perbuatan berlebihan yang dapat menimbulakn efek rumah kaca harus sebisa mungkin kita ti nggalkan, sebab jelas bahwa kerusakan dan kerugian yang sangat besar bagi bumi dan jelas itu akan membahayakan hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Rasulullah bersabda bahwa: Dari Ibn Abbas ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain” (HR Ahmad, al-Baihaqi, al-Hakim, dan Ibnu Majah).
Untuk masalah menghindari efek rumah kaca, tentu kita harus sangat berhati-hati dengan perbuatan kita tehadap lingkungan, pemakaian yang berlebihan pada listrik, polusi kendaraan bermotor, penebangan hutan, adalah sedikit dari perbuatan-perbuatan yang sudah sebaiknya kita kurangi atau kita tinggalkan sama sekali. Meninggalkan suatu kemudaratan untuk mendatangkan kemaslahatan tentu merupakan perbuatan yang terpuji dan dibenarkan serta diperintah oleh agama. Beberapa kaidah fiqhiyyah pun membenarkan itu, yaitu:
1. الضَّرَرُ يُزَالُ : ”Kemudaratan itu harus dihilangkan.”
2. الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ الْإِمْكَانِ : “Segala mudharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat mungkin”.
3. دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ : “Menghindarkan mafsadat (kerusakan) didahulukan atas mendatangkan maslahat”.
Maka telah sangat jelas sekali bahwa, di dalam Islam kita telah dengan tegas diperintahkan untuk tidak berbuat hal-hal yang akan menyebabkan terjadinya pemanasan global yang diakibatkan dari efek rumah kaca.
Begitu pula dengan pandangan-pandangan para ahli, seperti Harun Nasution. Beliau mengatakan: “Dalam al-Qur'an dijelaskan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi. Kewajiban manusia sebagai khalifah di bumi adalah dengan menjaga dan mengurus bumi dan segala yang ada di dalamnya untuk dikelola sebagaimana mestinya. Dalam hal ini kekhalifahan sebagai tugas dari Allah untuk mengurus bumi harus dijalankan sesuai dengan kehendak penciptanya dan tujuan penciptaannya.” Ada pula pendapat Abu Ishaq al-Syatibi dalam kitabnya al-Muwafaqat, sebagaimana dikutip oleh Hatim Gazali. Beliau membagi tujuan hukum Islam menjadi lima hal, yang kelima hal ini adalah merupakan semangat dari memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus menghindari mafsadat (kerusakan) baik di dunia maupun diakhirat. Lima hal itu adalah: 1) penjagaan agama (hifdz al-dîn), 2) memelihara jiwa (hifdz al-nafs), 3) memelihara akal (hifdz al-‘aql), 4) memelihara keturunan (hifdz al-nasl), dan 5) memelihara harta benda (hifdz al-mâl). Lebih jauh Yusuf al-Qardlawi dalam Ri’âyatu al-Bi’ah fi al-Syarî’ati al-Islâmiyyah -sebagaimana dikutip oleh Fathurrahman Djamil- menjelaskan mengenai posisi pemeliharaan ekologis (hifdz al-`âlam) dalam Islam adalah pemeliharaan lingkungan setara dengan menjaga maqâshidus syarî’ah yang lima tadi. Selain al-Qardlawi, al-Syatibi juga menjelaskan bahwa sesungguhnya maqâshidus syarî’ah ditujukan untuk menegakkan kemaslahatan-kemaslahatan agama dan dunia, di mana bila prinsip-prinsip itu diabaikan, maka kemaslahatan dunia tidak akan tegak berdiri, sehingga berakibat pada kerusakan dan hilangnya kenikmatan perikehidupan manusia.
Semoga dari ayat-ayat, hadis, kaidah fiqhiyyah dan pendapat ulama’ yang kami paparkan dalam paper ini, dapat menumbuhkan kesadaran kita tentang bahaya pemanasan global dan pentingnya menghindari perbuatan-perbuatan yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global. Bukan tentang sulitnya kita mencoba, tetapi seberapa besar tekat kita untuk memulai semuanya.
Wallahu a’lam
_________________________
[1] Diambil dari berbagai
sumber
[2]Pustakafisika.wordpress.com
[3]Dalam ayat lain:
As-Syuro: 30, al-ankabut: 40, al-Anfal: 25