Itu artinya, jika pembangunan dilakukan namun malah membuat masyarakat sulit atau tdk memiliki akses dlm segala hal terkait proses pembangunan atau mjd tdk leluasa mengakses hasil pembangunan. Maka itu bukan lah pembangunan. Sebab objek pembangunan adl masyarakat, bukan yg lain. Maka masyarakat lah yg paling berhak atas akses terhadap proses dan hasil pembangunan itu.
Selain itu, jika pembangunan tdk berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat (kesejahteraan), atau alih-alih menciptakan keadilan sosial tetapi malah menyulitkan hidup masyarakat. Itu pasti bukan pembangunan.
Demikian pula, jika pembangunan dilakukan namun tdk melibatkan masyarakat sbg subjek sekaligus objeknya, partisipasi masyarakat kecil bahkan tdk ada sama sekali, yang pada akhirnya tidak ada swadaya dari masyarakat. Atau masyarakat dituntut berswadaya namun pintu partisipasi ditutup, maka tidak dapat dikatakan itu adalah pembangunan.
Singkatnya, pembangunan tidak boleh bersifat elitis, esklusif, tertutup, tertentu... Harusnya terbuka, ada keterlibatan aktif masyarakat, transparan, akuntabel. Khususnya untuk BUMDES, jangan dikelola layaknya perusahaan pribadi, dikuasai dan diurusi segelintir pihak.
Misalnya begini, jika salah satu usaha BUMDES adl produk makanan olahan lokal, maka jangan menempatkan masyarakat sbg penyedia bahan baku semata. Semestinya segala proses dari hulu hingga ke hilir terkait produk tersebut, dilakukan dgn melibatkan masyarakat, seperti penentuan harga, standar kualitas produk, timeline, kemasan, dll. Itu baru namanya pembangunan dengan tidak mengabaikan pasak alias pemberdayaan.