Berbicara tentang kepemimpinan, tidak bisa lepas dari pemimpin. Pemimpin dan kepemimpinan adalah dua kata yang sama dalam akar katanya, namun memiliki makna yang jelas berbeda. Kedua kata ini sama-sama berasal dari kata pimpin, yang mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukan ataupun mempengaruhi.Yang menjalankan tugas-tugas itu disebut pemimpin, dan kegiatan dari pemimpin itu disebut kepemimpinan.
Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama. Pemimpin disebut juga mengetuai atau mengepalai.
Kepemimpinan intinya adalah menunjukkan pada semua hal dalam memimpin, termasuk juga kegiatannya. Kita dapat mengidentifikasi beberapa gejala dari definisi kepemimpinan itu, yaitu :
1. Dalam kepemimpinan selalu berhadapan dua belah pihak, pihak satu adalah orang yang memimpin dan pihak yang kedua adalah orang yang dipimpin. Dan orang yang memimpin tentu lebih sedikit dari orang yang memimpin.
2. Kepemimpinan merupakan gejala social, yang terjadi/berlangsung sebagai akibat dari interaksi antar manusia di dalam kelompoknya. Baik kelompok besar yang melibatkan banyak orang, maupun kelompok kecil yang hanya melibatkan sedikit orang.
3. Kepemimpinan sebagai perihal memimpin berisi kegiatan menuntun, membimbing, memandu, menunjukkan jalan, mengepalai dan melatih agar orang-orang dapat mengerjakannya sendiri.
Kepemimpinan adalah merupakan proses yang berisi rangkaian kegiatan yang saling mempengaruhi berkesinambungan dan terarah pada suatu tujuan. Yang mana didalam proses saling mempengaruhi ini, berwujud kemampuan mempengaruhi dan mengerahkan perasaan dan pikiran orang lain agar bersedia melakukan apa yang pemimpin inginkan dan terarah pada tujuan yang telah disepakati bersama.
Dari sini dapatlah kita membedakan antara seseorang yang di tunjuk atau di angkat secara formal dan mendapat tugas memimpin sejumlah orang, dan pemimpin yang tidak formal. Orang yang menjalankan fungsi kepemimpinan karena di tunjuk dan di angkat oleh suatu kekuatan/kekuasaan yang berwenang untuk itu disebut pemimpin formal.
Jika kita melihat dalam islam, ada istilah khalifah. Yaitu gelar bagi pemimpin kaum muslimin pasca wafatnya Nabi S.AW, terutama empat sahabat Nabi itu (khulafaurrasyidin). Kata khalifah ini menyangkut juga makna “amir”, disebut juga penguasa. Oleh karna itu. Kata khalifah dan amir dalam bahasa Indonesia disebut pemimpin, yang tentunya cenderung berkonotasi pada pemimpin formal. Konotasi ini terlihat dari ladang yang merupakan garapannya sebagai pemimpin, yakni menyentuh pada aspek-aspek keagamaan dan juga pada aspek-aspek pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun, memang tidak dapat kita sangkal bahwa di dalam al-Quran perkataan khalifah juga di maksudkan Allah pada pemimpin yang tidak formal. Hal ini dapat kita lihat pada surah al-Baqarah ayat 30, “sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Dari ayat ini jelas bahwa pemimpin yang dimaksud adalah adam dan anak cucunya, yang bertugas memakmurkan dunia, dengan berbuat amal kebaikan bagi dirinya maupun orang lain dan lingkungannya. Nah ini menunjukkan bahwa semua manusia adalah khalifah atau pemimpin. Tugas manusia sebagai khalifah adalah yang pertama, menyeru kepada kebaikan dan yang kedua adalah mencegah kepada kemungkaran. Atau dengan kata lain tugas manusia adalah mengerjakan perintah Allah dan meninggalkan larangannya.
Sebagaimana arti dari khalifah itu, manusia sebenarnya adalah pengganti atau mewakili Allah dalam melaksanakan kepemimpinan melalui kegiatan-kegiatan yang diridhai-Nya. Ini seperti terlihat dalam surah al-A’raf ayat 69, “dan ingatlah kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti yang berkuasa setelah lenyapnya kaum nuh.” Dan dapat pula kita lihat pada surah yang sama pada ayat ke 74, “dan ingatlah olehmu diwaktu Tuhanmu menjadikan kamu pengganti-pengganti yang berkuasa sesudah kaum ‘Aad.”
Dari dua ayat terakhir ini, daptlah kita simpulkan bahwa manusia berkewajiban menjalankan kepemimpinan karena telah diberi kekuasaan untuk berbuat demi kemakmuran di dunia. Namun dalam menjalankan kepemimpinan itu, kita semestinya tak melupakan firman Allah dalam surah Yunus ayat 14 berikut, “kemudian kami jadikan kamu pengganti-pengganti mereka di muka bumi sesudah mereka, supaya kami dapat kami dapat memperhatikan bagaimana kamu berbuat.” Dalam ayat ini jelas bahwa perbuatan manusia yang kemudian disebut kepemimpinan itu, tak pernah lepas dari pengawasan dan penilaian dari Allah. Oleh karena itu, kepemimpinan mesti di artikan sebagai kemampuan melaksanakan perintah Allah dan meninggalkna larangan-Nya, baik itu secara personal maupun bersama-sama.
Kepemimpinan yang ingin penulis tegaskan disini adalah pemimpin yang bersifat formal, yang lebih mengerucut pada kepemimpinan pada pemerintahan atau Negara. Kepemimpinan yang merupakan segala perihal, tindak tanduk dan kegiatan-kegiatan pemimpin atau kepala Negara dalam menahkodai bahtera pemerintahan atau negaranya.
Konsep kepemimpinan dalam Islam
Kata kepemimpinan dalam Islam dikenal dengan Istilah Khilafah dan Imamah. Dalam bahasa Arab istilah khilafah dan Imamah erat sekali hubungannya dengan persoalan politik kenegaraan. Kedua istilah ini kemudian dibuat system keperintahan/ kepemimpinan oleh dua kelompok aliran dalam Islam. Khilafah digunakan sebagai istilah kepemimpinan oleh kaum Sunni dan Imamah dijadikan sebagi sebutan bagi kepemimpinan kaum Syiah. Meski demikian kedua konsep yang menjadi khashiyah masing-masing Sunni dan Syiah menyimpan prinsip yang berbeda. Khilafah dalam persepektif Sunni di dasarkan pada dua rukun utama, yaitu consensus dan legitimasi (Ijmak dan Baiat).
Sementara Imamah dalam persefektif Syiah didasrkan pada dua rukun lain, yaitu Kekuasaan dan Kesucian (Wilayah dan ‘Ishmah). Pada mulanya istilam Imamah / Imam digunakan untuk menyebut pemimpin dalam shalat berjamaah diantara para partisan/makmum. Sejak itu pula tah pernah terfikirkan oleh kaum Muslimin tentang keterkaitan Imam dam kepemimpinan dalam Negara. Akan tetapi dalam perjalan Tarikh Islam ketika Khulafaur Rasyidin memegang tampuk Kepemimpinan, mereka tidak hanya sebagai tokoh Agama, Ahli hokum Islam dan Imam shalat, tetapi juga sebagai kepala Negara yang mengatur dan mengurus persoalan-persoalan pemerintahan,. Sejak itu gelar Imam tidak saja untuk Imam shalat akan tetapi juga digunakan sebagai pemimpin kenegaraan atau Presiden. Oleh karenya Imam adalah orang yang diikuti oleh suatu kaum.
Dari kenyataan sejarah tersebut, istilah Imam kemudian identik dengan Khalifah, Amir, sultan, kepala Negara dan Presiden. Dengan demikian istilah Imam, Khalifah atau kepala Negara adalah orang yang dipercaya dalam melayani, mengatur dan memfasilitasi masyarakat dalam segala urusan kenegaraan. Dalam islam imamah berfungsi sebagai institusi yang menggantikan Nabi saw. Dalam melindungi agama Islam dan mengatur kemaslahatan dunia. Hal ini sama dengan pengertian Al Mawardi imamah adalah suatu kedudukan / jabatan yang diadakan untuk mengganti tugas kenabian didalam memelihara agama dan mengendalikan dunia.
Berkaitan dengan imamah atau kepemimpinan, ada dua istilah yang kemudian muncul yaitu:
Pertama : siapa yang berhak memilih Imam (pemimpin)?
Kedua : Siapa yang berhak dipilih?
Untuk menjawab dua pertanyaan diatas adalah salah satunya pendapat al Mawardi yang menetapkan syarat bagi pemilih dan yang dipilih. Syarat memilih adalah antara lain memiliki sikap adil, memiliki pengetahuan siapa yang layak untuk dijadikan pemimpin, serta memiliki kearipan yang memungkinkan mereka memilih orang-orang yang paling tepat dan mampu mengurus kemaslahatan umat.
Sedangkan mengenai syarat Imam atau ahlil imamah al mawardi menyatakan syarat-syarat berikut:
· Bersikap adil
· Berilmu pengetahuan yang memadai untuk berijtihad
· Sehat pendengaran, penglihatan dan lisan
· Anggota fisik utuh
· Berwawasan memadai untuk mengatur kehidupan rakyat dan mengelola kepentingan umum
· Keberanian yang memadai untuk melindungi rakyat dan mengusir musuh
Selain itu karena seorang imam atau penguasa sebagai pengganti Nabi saw. Maka sosok imam harus mempunyai sifat sifat yang sama seperti sifat sifat Nabi saw. Yaitu:
· Halim (pemaaf)
· Murah hati atau dermawan
· Akal budi mampu mewngendalikan fikiran-fikirannya
· Mampu mengadakan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan sigap terhadap suatu persoalan
· Mempunyai iba terhadap rakyat yang dipimpinnya
Syarat –syarat dan sifat- sifat tersebut tidak bersifat mutlak, karenanya pemilihat presiden atau raja selalu di sesuaikan dengan keutuhan masyarakat, idiologi Negara, bahkan pertimbangan-pertimbangan politik lain yang semua Negara mempunyai perbedaan satu sama lain. Setiap tradisi politik dan ekonomi dalam perjalannya selalu menghubungkan perasaan masa silam denan suatu masyarakat tertentu. Syariat Islam yang Universal meliputi berbagai masalah setiap individu dari semenjak di buaian sampai ke liang lahad bhingga persoalan Negara dari urusan pembersihan jalan sampai pada pembuatan berbagai perjanjian antar Negara, pun sama tidak lepas dari sejarah. Oleh karenanya dengan manhaj ini umat islam adalah umat Risalah yang selalu menyeru umat lain untuk menerimanya. Allah Swt. Berfirman"
ويوم نبعث من كل امة شهيدا عليهم من انفسهم وجئنابك على هؤلاء. ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيئ وهدى ورحمة وبشرى للمسلمي
“ (dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan kami datangkan Kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
Ayat ini mengindikasikan bahwa dalam Islam tidak menganjurkan kepemimpinan dipegang oleh suku tertentu. Islam merumuskan Negara yang melindungi Akidah dan Syariat. Sebagaimana manusia shalat dibelakang Imam, bukan berarti menyembah Imam akan tetapi tetap menyembah Allah Swt. Maka mereka yang taat kepada pemimpin adalah untuk mencari Ridlo Allah Swt dan menegakkan Agamnya bukan untuk menegakkan derajatnya atau untuk kepentingan-kepentingan duniawi dan mendapatkan posisi yang istimewa di sisi pemimpin.inilah deskripsi Umum tentang kepemimpinan Islam.
Prinsip kepemimpinan Islam
Sebuah kepemimpinan atau pemerintahan pada umumnya mempunyai prinsip-prinsip yang mendasari terbentuknya suatu kekuasaan dan sebagai landasan dalam membuatat suatau kebijakan dan kebijakan pemerintah. Kepemimpinan Islam harus dilandasi ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah, yang acuan utamanya adalah meneladani Rasulullah saw. dan khulafaur Rasyidin. Kepemimpinan yang di bangun oleh Rasulullah saw. Berlandaskan pada dasar-dasar yang kokoh yang pada prinsipnya untuk menegakkan kalimah Allah swt.
Semua konsep atau kriteria kepemimpinan yang ideal itu, mesti didukung dengan prinsip-prinsip atau dasar- dasar kepemimpinan dalam islam. Prinsip-prinsip itu adalah:
1. Dasar Tauhid
Dasar tauhid atau dasar menegakkan kalimah tauhid serta mamudahkan penyebaran islam kepada seluruh umat manusia. Dalam al–Qur’an prinsip ini dijelaskan dalam berbagai surat dan ayat, yaitu diantaranya:
· Surat al Ikhlas ayat 1- 4
قل هو الله احد (1) الله الصمد (2) لم يلد ولم يولد (3) ولم يكن له كفوا احد (3)
“ Katakanlah (Muhammad) Dia adalah Allah yang Maha Esa (1) allah adalah tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu (2) Dia tiada beranak dan pula diperanakan (3) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia (4)”
· Surat al-Baqarah ayat 163
والهكم اله واحدلااله الاهو الرمن الرحيم
“ dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
· Surat an-Nisa~ ayat 59
ياايهاالذين امنوااطيعواالله واطيعواالرسول واول الامر منكم. فان تنازعتم فى شيئ فردوه الى الله والرسول ان كنتم امنتم بالله واليوم الاخر. ذالك خير واحسن تاْويلا
“ hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan Ulil Amri diantar kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentag sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul(Nya). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”
2. Dasar Persamaan Derajat Sesama Umat manusia.
Pada prinsip ini bahwa manusia memiliki derajat yang sama dimata hukum dan dalam kehidupan sesama warga Negara, hanya saja yang membedakan adalah ketaqwaan kepada Allah swt. Hal ini sesuai dalam ajaran al-qur’an surat al-Hujura~at ayat 13
ياايهاالناس اناخلقنكم من ذكر واْنثى وجعلنكم شعوبا وقبائل لتعارفوا. ان اكرمكم عندالله اتقاكم. ان الله عليم حكيم
“ Hai manusia! Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulai disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha mengenal.”
Islam tidak pernah mengistimewakan ataupun mendiskriminasikan individu atau golongan warga Negara, baik dimata hokum, ekonomi, dan Syariah, semua sama tidak ada yang berbeda. Islam juga melindungi hak-hak kemanusiaan siapapun dia, muslim atau non muslim, selama mau hidup bersama dan taat terhadap pemimpin dan menjaga kesatuan dan persatuan
3. Dasar Persatuan Islamiyyah (Ukhuwah Islamiyah) atau prinsip persatuan dan kesatuan.
Prinsip ini untuk menggalang dan mengukuhkan semangat persatuan dan kesatuan umat Islam. Hal ini didasarkan pada ajaran Islam dalam al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 103
واعتصموا بحبل الله خميعا ولا تفرقوا
“ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (Agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai
4. Dasar Musyawarah Untuk Mufakat
Islam selalu menganjurkan ada kesepakatan dari orang-orang terkait dalam memutuskan suatu perkara yang berhungan dengan kemanusiaan baik dalam kehidupan keluarga, lebih-lebih kehidupan bernegara untuk menciptakan lingkungan yang damai dan tentram dalam suatu masyarakat tersebut.
Dalam al-Qur’an surat Ali Imran Allah menegaskan tentang pentingnya bermusyawarah dalam memutuskan suatu perkara
وشاورهم فى الامر. فاذا عزمت فتوكل على الله. ان الله يحب المتوكلين
“ Dan bermusyawarhlah dengan mereka dalam urusan-urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”
Dan dalam surat al-Syu~ra ayat 38
وامرهم شورى بينهم وممارزقناهم ينفقون
“ ….. Sedang urusan mereka (diputuskan ) dengan Musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka.”
Assyuro atau musyawarah diartikan sebagai meminta pendapat kepada orang yang berkompeten dalam urusannya, atau meminta pendapat umat atau orang-orang yang diwakilinya dalam urusan-urusan umum yang berhubungan dengannya. Dengan pengertian demikian maka umat Islam menjadikan musyawarah sebagai dasar pijakan dalam mengambil keputusan dan menetapkan kaidah-kaidahnya. Dengamn musyawarah juga umat islam dapat memilih dan mencalonkan kandidat yang memiliki sikap keadilan dan dianggap memiliki kompetensi dalam kepemimpinan untuk mengurus kepentingan mereka.
Islam tentu tidak menghendaki kepemimpinan yang otoriter dan anti musyawarah. Islam sangat mendorong agar dalam pelaksanaan kepemimpinan hendaknya bermusyawarah. Dapat kita lihat seruan agar bermusyawarah dalam al-Qur’an : "Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang kami berikan kepadanya". (QS. 42 : 38 ). Dan dalam surah yang lain, dapat kita lihat bagaimana Allah memerintahkan agar Muhammad bermusyawarah : "Maka rahmat Allah-lah yang telah menyebabkan kamu berlemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan tersebut. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertawakal kepadaNya" (QS. 3 : 159). Pelaksanaan musyawarah memungkinkan agar melibatkan orang lain dalam pengambilan keputusan, dan pemimpin maupun yang di pimpin harus taat pada keputusan yang telah mereka putuskan bersama. Pada saat yang sama musyawarah berfungsi sebagai tempat mengawasi tingkah laku pemimpin jika menyimpang dari tujuan umum serta dapat pula menjadi media saling sharing dan evaluasi.
5. Dasar Keadilan
Atas dasar prinsip ini khalifah atau pemimpin Negara harus menegakkan persamaan hak segenap warganya; maksudnya seorang pemmpin Negara memiliki kewajiban menjaga hak-hak rakyat dan harus dapat merealisasikan keadilan diantara mereka secar keseluruhan tanpa terkecuali. Prinsip ini didasari firman Allah swt. Pada Suarat an-Nahl ayat 90:
ان الله يامر بالعدل والاحسان وايتائ ذى القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر والبغى.
“ Sesungguhnya Allah memrintahkan (kamu0 berlaku adil dan berbuat kebajikan, member kepada kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.”
Kelima prinsip tersebut harus senantiasa dijadikan landasan dalam menetapka setiap kebijakan pemerintahan sehinggan tujuan khilafah (kepemimpinan dalam Islam) akan dapat terwujud dengan sebaik-baiknya. Pemimpin seharusnya menjalankan kepemimpinannya dengan adil, meletakkan sesuatu sesuai dengan tempat dan porsinya, tidak ada diskriminasi kepada apa dan siapapun. Baik itu suku bangsa, warna kulit, keturunan, atau agama, perbedaan pemikiran, pemahaman maupun sikap. Qur'an memerintahkan agar kaum muslimin berlaku adil bahkan ketika berurusan dengan para penentang mereka."Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum antara manusia supaya kamu berlaku adil..." (QS. 4 : 58). Dalam ayat lain Allah juga menegaskan : “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil lebih dekat kepada takwa..." (QS. 5 : 8) dan "Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri, ibu-bapak, dan kau kerabatmu. Apakah ia kaya atau miskin, karena Allah akan melindungi... "(QS.4 : 135).
6. Dasar kebebasan
Hendaknya pemimpin tidak menutup mata dan telinga terhadap segala kritik, saran, masukan bahkan bantahan atau hujatan sekalipun. Hendaknya rakyat diberikan kebebasan untuk memberikan kritikan, saran ataupun masukan, tidak boleh ada intervensi terhadap hal ini, agar tercipta suasana antara pemimpin dan rakyat yang dapat saling menasehati dan orang akan senang untuk berdiskusi tentang masalah yang menyangkut kepentingan bersama.
Ketika semua persoalan yang mesti diputuskan dengan jalan musyawarah, telah di putuskan dengan jalan musyawarah, semua telah sama-sama sepakat dengan keputusan itu, sebab pemimpinnya tidak mendewakan dirinya, orang lain berhak memberikan pandangannya. Dan semua aturan di jalankan dengan seadil-adilnya, semua di tempatkan pada tempatnya masing-masing, tidak ada diskriminasi, apapun motif dan hal yang melatarbelakanginya. Serta pemimpin dan para rakyatnya telah sama-sama ridha untuk saling menasihati. Kritik, saran, dan masukan tidak di anggap sebagai sebuah yang terlarang, semua bebas mengeluarkan pikirannya pada koridor yang syar’i, semua telah dengan lapang dada dan berbesar hati untuk saling mendengarkan, kemudian ketuhanan yang maha esa benar-benar menjadi sebuah hal yang sifatnya prinsipil dan begitu dijunjung tinggi oleh seorang pemimpin. Maka bukan hal yang mustahil sebuah peradaban besar yang maju akan terwujud. Sehingga akan terwujudlah sebuah bangsa dan Negara sebagaimana yang di bahasakan Al-Qur’an dengan “baldatun toyyibatun ghafur.”