Oleh: Sulaiman Thahir[1]
“Barang
siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan mudahkan
baginya jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat akan meletakkan sayapnya
untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang ia lakukan.
Sesungguhnya seorang penuntut ilmu itu akan dimintakan ampunan oleh semua
makhluk yang ada di langt dan di bumi, sampai ikan-ikan yang ada di dalam air
sekalipun. Dan sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas orang yang ahli
ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya ulama
itu pewaris para nabi. Karena sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar
atau dirham, melainkan ilmu. Maka siapa yang mengambilnya, sungguh ia telah
mengambil bagian paling banyak.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majjah, at-Tirmidzi, dan
Ahmad)
Apa itu filsafat?
Ada baiknya sebelum lebih jauh membahas Filsafat Ilmu, kita
memulainya dengan membahas beberapa hal tentang filsafat. Sebab sudah barang
tentu filsafat sangat berkait kelindan dengan filsafat ilmu, atau lebih
tepatnya filsafat ilmu adalah cabang dari filsafat itu sendiri. Maka pertanyaan
awal adalah apa itu filsafat?.
Konon Phytagoras, seorang filsuf Yunani kuno, mengambil kata “filsafat” dari dua kata dalam bahasa Yunai, yaitu philo dan shopia. Philo berarti cinta sedangkan shopia adalah kebijaksanaan. Sehingga secara bahasa, filsafat atau philoshopia adalah cinta kepada kebijaksanaan.[2] Dalam perkembangannya, filsafat diartikan sebagai suatu pengetahuan untuk mengetahui kebenaran yang murni. Sebagaimana cinta (philo) dapat dimaknai sebagai hasrat atau kenginginan yang kuat dan kebijaksanaan (shopia) dapat dimaknai sebagai suatu kebenaran yang sebenarnya atau sesuatu yang sesungguhnya. Sehingga filsafat dapat dimaknai sebagai suatu keinginginan yang kuat untuk menggali, mencari dan menemukan kebenaran yang murni atau sesungguhnya.
Filsafat sebagai suatu bentuk pencarian kebenaran yang sebenarnya,
membutuhkan kemampuan berfikir yang baik, sebab kualitas berfikir akan sangat
menentukan tingkat kebenaran yang hendak dicari, apalagi dalam proses berfikir
itu secara terus-menerus terjadi aktifitas bertanya tentang hakikat sesuatu;
seperti “siapakah kita?”, “dari mana kita berasal?”, “adakah yang menciptakan
kita?”, “akan kemanakah akhir dari kehidupan ini?”, “apakah kebaikan dan
keburukan itu?”, dan berbagai pertanyaan-pertanyaan atas suatu objek yang kita fikirkan.
H.M. Rasjidi pun mengartikan filsafat berarti memikir, sehingga menurutnya
orang yang belajar filsafat tidak saja mengetahui soal filsafat, namun yang
lebih penting dari itu ia dapat berfikir.[3]
Maka sederhananya, filsafat adalah suatu aktifitas berfikir yang mendalam,
logis, sistematis sesuai dengan batas-batas kemampuan manusia untuk mengetahui
hakikat kebenaran sesuatu.
Filsafat memiliki beberapa cabang yang merupakan pokok permasalahan
yang dikajinya. Pertama, logika; yakni mengkaji apa yang disebut benar
dan apa yang disebut salah. Kedua, Etika; mengkaji tentang mana yang
dianggap baik dan mana yang dianggap buruk. Ketiga, estetika; yang
membahas tentang apa yang termasuk jelek dan apa yang termasuk indah. Keempat,
metafisika; yakni mengkaji hakikat zat dan pikiran serta kaitan dari keduanya. Kelima,
politik; yakni kajian yang berkaitan dengan organisasi atau pemerintahan
yang ideal.[4]
Kelima pokok kajian filsafat inilah yang kemudian berkembang lagi menjadi
cabang-cabang lainnya yang lebih spesifik, seperti filsafat metafisika,
filsafat agama, filsafat pendidikan, filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat
matematika dan filsafat ilmu. Yang terakhir inilah yang menjadi pembahasan
dalam tulisan ini.
Apa itu Filsafat Ilmu?
Filsafat ilmu
terdiri atas dua kata, yakni “filsafat” dan “ilmu”. Sebelumnya telah dibahas
tentang pengertian filsafat, yakni upaya mencari suatu kebenaran yang murni.
Maka filsafat ilmu adalah telaah kefilsafatan untuk mengkaji dan menemukan kebenaran
murni atau hakikat ilmu. Filsafat Ilmu sendiri memiliki dua objek, yaitu objek
material dan objek formal. Objek material filsafat ilmu adalah ilmu itu
sendiri, yaitu yang merupakan hal yang menjadi masalah atau dimasalahkan oleh
atau dalam filsafat ilmu. Sedangkan objek formal filsafat ilmu adalah hakikat
dari ilmu itu sendiri, yakni yang berkaitan dengan problem-problem dasar ilmu.
Atau dapat pula dikatakan bahwa objek formal ini adalah usaha mencari
keterangan yang sedalam-dalamnya tentang objek materil filsafat ilmu.
Pertanyaan-pertanyaan dalam filsafat ilmu untuk menemukan hakikat ilmu adalah
seperti “apa hakikat ilmu sesungguhnya?” (landasan ontologi), “bagaimana cara
mendapatkan ilmu?” (landasan epistimologi), dan “apa kegunaan ilmu?” (landasan aksiologi).
Lanjut Bagian Kedua...
Lanjut Bagian Kedua...
[1] Alumnus Perbandingan Mazhab dan Hukum Fak. Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga dan
aktivis KAMMI
[2] Fuad Farid
Ismail & Abdul Hamid Mustawalli, Cara Mudah Belajar Filsafat (Barat dan
Islam), (Yogyakarta: IRCiSoD, 2012), hlm. 18
[3] H.M. Rasjidi, Filsafat
Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), hlm. 10
[4] Wisma Pandia, Filsafat
Ilmu, (Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Theologi Injili Philadelphia), hlm. 4