Fetching data...

Monday, 28 September 2015

Pahami Orang Lain Dengan Mendengarkan

Ada tiga hal penting yang seyogyanya diperhatikan oleh kita sebagai seorang manusia, tiga hal yang akan membuat kita mampu menjadi seorang individu yang mampu menjadi pribadi yang baik untuk diri sendiri maupun menjadi seorang pribadi yang juga mampu berbuat baik untuk orang lain, sehingga dapat terwujud interaksi atau komunikasi personal maupun interpersonal yang baik. Ketiga hal itu adalah berbicara, mendengarkan dan bekerja. Atau ketika kita menjadi subjek, maka kita sebut dengan komunikator, pendengar dan juga pekerja. 

Namun pada tulisan ini saya akan sedikit berbicara tentang mendengarkan atau menjadi pendengar. Mungkin kita bertanya apa pentingnya berbicara tentang "mendengarkan"? toh tanpa kita belajar tentang "mendengar" pun sejak kita dilahirkan, kita memang sudah bisa mendengar tanpa harus belajar terlebih dahulu layaknya untuk mengetahui bagaimana cara mengukur luas lahan sawah misalnya, kita harus belajar matematika terlebih dahulu. 

Kita akui bahwa mendengar adalah fitrah kita sebagai manusia, sebab Allah telah ciptakan sebuah alat nun canggih yang berfungsi untuk mengindera bunyi kepada kita, yaitu sepasang telinga. Tetapi pernahkah kita berfikir tentang dua orang yang sama-sama mendengarkan siaran radio yang sama, di tempat yang sama dan pada waktu yang sama. Namun ternyata ketika mereka diminta untuk menceritakan kembali apa pesan yang mereka dapat dari siaran radio itu, justru hanya salah satu diatara keduanya yang mampu menjelaskan dengan sangat baik dan detail, plus mampu menganilisa maksud dari siaran radio itu. Maka pertanyaannya adalah apakah yang salah sehingga hanya satu yang unggul dalam menyimpulkan pesan dari siaran radio itu, sedangkan yang lain justru dapat dikatakan gagal menjelaskan dengan baik, padahal kedua orang itu sama-sama memiliki kecerdasan dan kemampuan komunikasi yang baik misalnya. Maka sebenarnya apa yang terjadi pada kedua orang itu?

Mendengarkan bukan mendengar

Aktifitas yang membedakan antara kedua orang tadi adalah pada proses pemanfaatan fungsi indera dari telinga mereka. Hal inilah yang menghasilkan akibat yang berbeda dari keduanya. Fungsi yang dimaksud adalah "dengar" dan "mendengarkan". Apakah perbedaan dari dua aktifitas ini?. Dalam ilmu psykologi ternyata ada dua proses pemanfaatan indera dari telinga, yaitu "dengar" dan"mendengarkan". "Dengar" adalah aktifitas fisiologis yang muncul ketika gelombang suara memukul gendang telinga, yang pada proses ini si pendengar bersifat pasif dan tidak perlu mengeluarkan energi. Sedangkan "mendengarkan" adalah proses aktif dan kompleks yang melibatkan perhatian dan penerimaan pesan baik secara verbal maupun non-verbal, dalam mendengarkan ada proses memilih dan mengatur informasi, menginterpretasikan komunikasi, merespon serta mengingat. Dari kedua proses ini, maka kita dapat menyimpulkan bahwa, sebab dari berbedanya penjelasan kedua orang tadi adalah pada proses mendengar. Salah satu dari dua orang tadi mampu melakukan proses mendengarkan (listening), sehingga dia mampu menyampaikan kembali informasi yang diterima dari siaran radio itu dengan sangat baik bahkan mampu menganalisisnya dengan baik pula. Sedangkan yang lainnya hanya melakukan proses mendengar (hearing), sehingga dia tidak mampu menjelaskan kembali siaran radio itu, apalagi menganalisanya. 

Maka mendengarkan itu penting, sebab kita tidak sekedar dengar atau menangkap bunyi/suara, namun kita mampu menampung informasi, mampu merespon dan mengingatnya serta mampu memaparkannnya dalam bentuk penjelasan yang baik. 

Dalam pergaulan sehari-hari, kita tentu tak terelakan dari proses komunikasi, yang salah satunya adalah mendengar. Konsekuensi dari proses komunkasi itu adalah mewarnai atau diwarnai, mempengaruhi atau dipengaruhi. Pada satu sisi, kita butuh untuk diwarnai/dipengaruhi. Sebab berubah itu adalah fitrah dan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, berubah adalah hal yang harus kita lakukan. Untuk berubah kita terkadang butuh orang lain untuk menjadi stimulun semangat kita dalam berubah atau dengan bahasa lain kita butuh dipengaruhi oleh orang lain untuk berubah kearah yang positif. Maka mendengarkan adalah proses komunikasi yang harus kita lakukan, ingat "mendengarkan" dan bukan "mendengar", sebab dengan begitulah kita mampu menangkap informasi, menyaringnya, menganalisanya, menerjemahkan dalam bahasa kita dan kemudian mampu memahami pesan apa yang disampaikan untuk diaplikasikan.

Mendengarkan Untuk Memahami

Disamping kita butuh untuk diwarnai/dipengaruhi, satu hal yang tak kalah pentingnya adalah dalam proses komunikasi kita butuh untuk memahami (Understanding) dan bukan sekedar tahu (knowing).  Dalam proses komunikasi terkadang kita lebih suka untuk berbicara, sebab dengan berbicara kita mampu mempengaruhi orang lain. Kelalaian jamak manusia adalah lebih sibuk mempengaruhi orang lain tetapi jarang sekali mau untuk memahaminya. Padahal dengan kita mampu memahami orang lain dalam proses komunikasi, kita justeru akan mampu menemukan bagaimana cara terbaik untuk menyikapi orang lain atau lawan bicara kita. Maka mendengarkan adalah proses komunikasi yang sangat penting untuk dilakukan, sebab dengan begitu kita mampu memahami orang lain atau lawan bicara kita.

Jika kita merenungkan filosofi dari diciptakan dua daun telinga dan satu mulut, kita sudah bisa menangkap apa pesan yang hendak disampaikan dari penciptaan dua alat indera ini. Kita diberikan satu mulut oleh Allah, agar kita lebih sedikit berbicara atau agar kita berbicara setelah banyak mendengar. Sebab kita diberikan dua daun telinga oleh Allah, agar kita lebih banyak mendengarkan nasihat atau informasi yang datang.  Mungkin ini juga senada dengan perkataan Rasulullah Muhammad shalallaahu 'alaihi wa sallam., bahwa "assumtu hikmatun wa qalilu fa'iluh", yang bisa berarti diam untuk mendengarkan adalah hikmah namun hanya sedikit sekali orang yang melakukan itu. Mendengarkan orang lain adalah sebuah proses memahami orang lain, entah itu memahami posisi orang lain atau lawan bicara, memahami maksud yang hendak disampaikan dan memahami bagaimana cara menyikapi orang lain atau lawan bicara.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, ketika kita menjadi seorang ketua/pemimpin, menjadi sahabat untuk orang lain, menjadi kakak bagi adik, menjadi ayah bagi anak, menjadi suami bagi istri atau sederet hubungan-hubungan sosial dan keluarga lainnya. Mungkin kita pernah dicap egois, tidak pengertian, salah bertindak, tidak respek, sering menyakiti hati orang lain atau bahkan kegagalan komunikasi lainnya. Coba kita introspeksi, jangan-jangan kita kurang atau bahkan tidak memahami orang lain atau lawan bicara kita, partner kita atau hubungan sosial kita dengan orang lain. Cobalah untuk mengecek lebih dalam lagi, jangan-jangan kita lebih sering menggunakan mulut daripada telinga untuk mendengarkan dan memahami. Padahal dengan "mendengarkan", kita mampu mengambil keputusan-keputusan atau tindakan-tindakan yang tepat dalam kehidupan bersosial atau berkomunikasi secara personal maupun interpersonal.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dengan kita lebih banyak "mendengarkan" dari pada berbicara, kita dapat dikategorikan orang yang berkepribadian introvert (baca: tipe kepribadian), sebuah tipe kepribadian yang pertama kali dikemukakan oleh Carl Gustaf Jung. Namun ternyata justeru banyak pemimpin-pemimpin hebat di dunia ini yang faktanya mereka berkepribadian introvert. Sebut saja misalnya Abraham Lincoln, Mahatma Ghandi, Steve Jobs, Eleanor Roosevelt, Ratu Elizabeth II dan sederet orang-orang hebat lainnya. Saya yakin pemimpin-pemimpin ini adalah orang-orang yang tekun dalam mendengarkan, sehingga mereka mampu menyimpulkan bagaimana seharusnya mereka bersikap.

Bagaimana Mendengarkan?

Dalam ilmu psikologi komunikasi, setidaknya ada enam langkah/cara yang ideal dalam kita "mendengarkan" dalam proses komunikasi dengan lawan bicara. yaitu; pertama, penuh perhatian dalam mendengarkan. Maksudnya adalah kita sebagai pendengar, harus berfokus pada apa yang sedang terjadi saat berkomunikasi pada saat itu dan di tempat itu, pahami situasi dan kondisi saat itu serta berusaha memahami detail-detail perkataan atau pikiran dan perasaan orang lain, hal ini dapat membuat lawan bicara kita dengan sendirinya akan merasa nyaman dan kemudian bersedia untuk lebih terbuka dalam berbicara atau bercerita. kedua; dalam proses komunikasi, kita harus mampu menatap dengan baik lawan bicara kita, perhatikan pesan-pesan non-verbal dari gerakan tubuh maupun nada atau intonasi dari lawan bicara (baca: bahasa tubuh). Hal ini akan membantu kita dalam memahami kualitas isi komunikasi atau perkataan dari lawan biacar kita. Ketiga; mengatur perhatian pada setiap perbincangan, yaitu posisikan cara kita memperhatikan sesuai dengan apa yang sedang diperbincangkan. Kita juga berusaha untuk fokus pada perbincangan, jangan mengalihkan perbincangan atau membuat lawan bicara terpaksa harus merubah materi dalam perbincangan. Keempat; ikuti semua apa yang diperbincangkan oleh lawan bicara kita, kumpulkan semua informasi dari awal hingga akhir. Pahami apa sebenarnya makna dari perbincangan itu, atau apa kira-kira hal yang dapat kita simpulkan dari pembicaraan lawan bicara kita. Kelima; setelah lawan bicara selesai menyampaikan apa yang dia sampaikan, maka berilah tanggapan jika dia membutuhkan, berikan respon yang tepat keda lawan bicara kita dengan penuh antusias. Hal ini dapat membuat lawan bicara kita akan merasa nyaman berkomunikasi dengan kita dan bahkan kita bisa menjadi orang yang dipercayainya, sehingga dia tidak merasa canggung untuk terbuka dengan kita. Keenam; ingat bahwa dalam ilmu psikologi, dikatakan bahwa 2/3 informasi yang kita tangkap dari proses mendengarkan akan terlupakan. Maka rekam informasi yang kira-kira itu adalah poin terpenting dari pembicaraan, maka penting untuk selektif dan efektif dalam memilah mana informasi yang harus direkam dengan baik.

Keenam cara mendengarkan ini penting untuk kita kuasai, sehingga proses komunikasi kita -terutama mendengarkan- akan lebih efektif dan memberikan hasil yang maksimal. Maka mendengar yang aktif (active listening) menjadi hal yang sangat krusial sekali bagi kita yang memang benar-benar ingin menumbuhkan kepekaan dalam memahami orang lain atau lawan bicara kita. Active Listening mengharuskan kita untuk mampu merespon pesan informasi yang kita dapat dari orang lain atau lawan bicara/komunikasi sesuai dengan apa yang dimaksud pembicara atau lawan bicara kita, baik secara harfiahnya maupun secara emosional. Kita dalam posisi sebagai pendengar, tidak hanya menunjukkan respon dalam artian mengulang informasi yang kita tangkap dalam bentuk tanggapan, tetapi kita juga harus mampu menunjukkan ekspresi bahwa kita faham dengan apa yang kita dengarkan atau apa yang lawan bicara kita ucapkan. Sehingga mengintegrasikan pesan verbal maupun pesan non verbal menjadi sesuatu yang sangat penting untuk perhatikan.

Pahami sebelum bertindak

Di dalam aktivitas dakwah, terkadang ada da'i yang tidak memahami medan dakwahnya, tidak memahami social culture dari masyarakat maupun person yang dihadapi. Akibatnya dakwah tidak pernah membuahkan hasil yang baik, tetapi justru menjadi sebuah aktivitas panjang yang tak kunjung berbuah manis. Maka yang salah bukanlah pesan yang disampaikan, tetapi bagaimana cara menyampaikan. Terkadang sesuatu yang buruk akan menjadi laris ketika dipromosikan dengan cara yang efektif, dan sebaliknya sesuatu yang baik terkadang menjadi usang karna tak diminati, sebab cara mempromosikannya serampangan atau tidak efektif. Semua ini menurut hemat saya adalah diawali dari kegagalan memahami medan, maka penting untuk memahami sebelum bertindak atau berdakwah. Disinilah -kembali saya tekankan- proses mendengarkan memiliki posisi yang sangat krusial, gagal dalam mendengarkan, maka gagal dalam memahami, gagal memahami adalah tanda peringatan gagalnya dakwah.


wallahu a'lam

Load comments

Ads 970x90