Fetching data...

Tuesday, 16 June 2015

Zhihar dan Ila'

Islam sebagai agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia secara umum dan umat islam pada khususnya,tentu sangat memperhatikan kehidupan rumah tangga manusia.Mulai dari aturan sebelum pernikahan,tatacara pernikahan,aturan berumah tangga,bahkan sampai pada masalah putusnya perkawinan.Di dalam hukum islam kita mengetahui Fikih Munakahat,yaitu aturan-aturan dalam Islam yang secara khusus mengatur masalah itu.


Ada banyak hal yang dapat menyebabkan rusaknya perkawinan,dan banyak diantaranya yang belum banyak di ketahuai umat islam,khususnya yang awam.pernikahan adalah sebuah ritual yang dianggap suci oleh Islam,ini mendorong agama ini untuk memberikan aturan-aturan untuk menjaga keutuhan suatu ikatan perkawinan.

Diantara yang dapat merusak atau memutuskan perkawinan adalah Zihar dan Ila’,sebuah perbuatan yang telah ada sejak zaman arab jahiliyah.Yang ketika Islam datang dengan aturan-aturannya,maka dua perbuatan itupun tak luput dari koreksi dan pelurusan dari Islam.Maka Zihar dan Ila’ adalah dua hal yang diatur pula di dalam Islam.Sehingga tidak lagi sebagaimana zihar dan ila’ dalam pandangan zaman jahiliyah,yang tentunya ada yang dirugikan dan dilecehkan.

Tujuan penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini tentu alasan satu-satunya bukanlah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Hukum perkawinan Islam II semata.Tetapi lebih dari itu,makalah ini kami harapkan dapat menjadi bahan diskusi yang segar serta dapat menjadi sedikit tambahan pengetahuan kita bersama.

PEMBAHASAN

A. Zihar 

1. Pengertianzhihar

Secara bahasa zhihar berasal dari kata zahr yang berarti punggung.Kalau seorang suami berkata pada istrinya, “Anti ‘alayya kazahri ummy”,artinya ‘engkau bagiku adalah seperti punggung ibuku’.Ini berarti seorang suami telah menzahir istrinya.

Menzihar tersebut maksudnya suami haram menggauli istrinya untuk selama-lamanya.zihar adalah salah bentuk perceraian pada masa arab jahiliah.Sebagaimana halnya dengan Ila’,maka zihar dilakukan oleh suami yang tidak lagi menyukai istrinya dan tidak menyukai istrinya itu kawin dengan laki-laki lain apabila telah di ceraikannya.Pada masa jahiliah zihar sama halnya dengan talak.

Para ulama’ sepakat bahwa menyamakan istri dengan punggung ibu adalah zihar,tetapi ulama’ berbeda pendapat tentang suami yang menyamakan istrinya dengan bukan ibu.Misalnya menyamakan istri dengan punggung muhrim suaminya.Menurut Abu Hanifah menyamakan istri dengan muhrim suaminya adalah zihar.Ats-Tsauri,asy-syafi’i,al-auza’i, dan zaid ibnu ali pun sependapat dengan abu hanifah.Dan segolongan ulama’ lain pun juga mengatakan bahwa jika suami menzihar istrinya dengan bukan ibu atau mahramnya atau dengan selain punggung ibu,maka itu termasuk zihar.

2. Dasar hukum zihar

Pada zaman permulaan datangnya agama islam,hukum zihar tersebut tetap berlaku di kalangan kaum muslimin,sampai terjadi suatu peristiwa ketika ‘Uwais bin ash shaamit menzihari istrinya,Khaulah binti tsa’labah.Maka zihar diharamkan.Dalam riwayat diceritakan bahwa ketika kejadian itu,Khaulah binti tsa’labah mengadukan kejadian yang menimpanya itu kepada Nabi SAW (diriwayatkan oleh abu daud).Maka turunlah surah al-mujaadilah ayat 1-4 :

(1) Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

(2) Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

(3) Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

(4) Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.
Ayat ini merupakan dasar hukum zihar tersebut.inti dari surah al-mujadalah ayat 1-4 ini adalah : bahwa suami mendapatkan hukuman ukhrawi karna telah mengatakan kata-kata yang mengingkari kenyataan,yaiyu mengatakan dia haram mencampuri istrinya sebagaimana ia haram mencampuri ibunya.Dan hukuman duniawi,ialah suami haram mencampuri istrinya sebelum ia membayar kafarat.Para ulama’ sepakat bahwa zihar iru hukumnya haram.Dasar hukum zihar juga terdapat dalam QS.al-ahzab ayat 4 :”Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).”

3. Syarat-syarat zihar

a. Yang berhubungan dengan suami istri
Para ulama’ ahli fiqih sepakat bahwa suami yang menzihari istrinya hendaklah yang baligh,berakal,dan telah terikat dengan akad nikah yang sah.

b. Yang berhubungan dengan sigat zihar
Apabila suami mengatakan kepada istrinya : “ untukku kau seperti punggung ibuku”,maka itu termasuk sigat zihar.tidak dihukumi zihar jika suami menyamakan istrinya dengan ibunya dengan alasan menghormati istrinya atau sebagai ucapan terimakasih karna istrinya telah berfungsi menggantikan ibunya dan sebagainya.

4. Akibat zirah

Setelah suami menziharkan istrinya,belum berarti bubarlah perkawinan itu,mereka masih terikat tali perkawinan,masih terikat dengan hak-hak dan kewajiban sebagai seorang suami atau istri,kecuali hak suami mencampuri istrinya.Sebab suami telah menyamai istrinya dengan orang yang haram ia nikahi.

Jika suami hendak mencampuri istrinya,itu diharamkan sampai suami itu membayar kafarat ziharnya.Dan haram bagi suami istri itu melakukan halwat,sebab dapat menimbulkan kemungkinan suami mencampuri istrinya.

Agar istri tidak terkatung-katung dan menderita karna zihar itu,maka di tetapkanlah waktu menunggu bagi suami yang telah menzihari istrinya.Waktu menunggu maksimumnya adalah sealama empat bulan dengan dasar mengqiyaskan dengan waktu menunggu ila’.jika waktu menunggu telah habis dan suami belum menjatuhkan talaknya atau membayar kafarat,maka istri berhak melakukan gugatan cerai ke pengadilan.

5. Kewajiban kafarat

Kewajiban membayar kafarat karna suami telah melakukan zihar dan telah ada kehendak suami mencampuri istrinya.

Ada tiga tingkatan dalam kafarat zihar ini,yang jika pada tingkatan pertama tak sanggup suami lakukan,boleh pada tingkatan yang ke dua,jika yang kedua juga tak sanggup maka yang ketiga.Tingkatan itu adalah :

a. Memerdekakan budak
b. Berpuasa dua bulan berturut-turut
c. Memberi makan enam puluh orang miskin,yang masing-masing memperoleh seperempat bahagian dari kewajiban seseorang membayar zakat fitrah,yaitu seperempat dari 2,5 kilogram beras.

B. Ila’

1. Pengertian Ila’

Menurut bahasa berarti sumpah.Ila’ adalah masdar dari ala,ya’li,alaan,seperti a’tha,yu’th.Semakna dengan itu i’tala,ya’tali’aqsama,yaqsimu,berarti sumpah.yakni ” bersumpah tidak akan mengerjakan suatu pekerjaan.”

Menurut syara’ ila’ berarti “ila’ adalah suami bersumpah untuk tidak mencampuri istrinya baik menyebut waktu atau tidak menyebut waktu.”misalnya : “saya tidak akan mendekatinya selamanya”,atau “ saya tidak akan mendekati atau mengumpuli istri saya selama lima bulan atau selama setahun,atau seumur hidupnya,atau seumur langit dan bumi,atau yang sama artinya dengan itu.”

Ila’ ini tidak membuat putusnya perkawinan,sehingga membuat istri ini menderita sebab tidak di campuri juga tidak di talak.

Ila’ ini sebenarnya telah ada dan merupakan istilah dalam hukum perkawinan arab jahiliyah.Ila’ dalam pandangan arab jahiliyah adalah sumpah suami untuk tidak mengadakan hubungan suami istri dengan istrinya.Apabila seorang suami telah mengila’ istrinya berarti istrinya itu telah dicerai selama-lamanya dan tidak boleh dikawini oleh laki-laki yang lain.

2. Hukum Ila’

Berdasarkan QS.al-Baqarah ayat 226-227 :” Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (226) Dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (227).

Dan ada pula sebuah hadis yang di tarjih oleh bukhari,yang menceritakan bahwa Nabi pernah mengila’kan istri-istrinya selama sebulan,kemudian ketika waktu hari ke dua puluh sembilan,Nabi kembali lagi ke istri-istrinya pada pagi hari atau sorenya.

Adapula dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh turmuzi,yang isinya tentang Nabi yang mengila’ istri-istrinya,lalu Nabi kembali lagi pada istri-istrinya dengan membayar kafarat.

Nah,berdasarkan ayat dan hadis ini,dapat di simpulkan bahwa ada dua hukum disini untuk Ila’,yakni hukum ukhrawi dan duniawi. Hukum ukhrawi ialah bahwa suami yang telah mengila’ istrinya,kemudian ia tidak kembali menggauli istri-istrinya setelah habis masa menunggu,berarti ia telah melakukan perbuatan dosa. Apabila ia kembali mencampuri istrinya sebelum habis masa menunggu,berarti Allah tidak akan menghukum sumpahnya.Hukum duniawi ialah ia wajib mencerai istrinya setelah masa menuggu telah habis.

3. Syarat-syarat Ila’

Sebagaimana talaq,ila’ pun ada yang batal dan ada yang sah,tergantung terpenuhi tidaknya syarat-syaratnya.yaitu :

a. Syarat yang berhubungan dengan suami istri
Para ahli fiqih sepakat bahwa syarat suami yang dapat mengila’ adalah baligh,berakal,dan tidak gila.Imam Syafi’i mengatakan suami yang mengila’ dan istri yang di ila’,harus orang yang sama-sama sanggup melakukan hubungan suami istri.

b. Ila’ hendaklah berupa sumpah
Sebagaimana sumpah,maka ila’ hendaklah:

1) Sumpah ila’ harus disertai dengan nama Allah,atau salah satu sifatnya.
2) Pelanggaran ila’ oleh suami harus membayar kafarat,sesuai dengan sebagai mana sumpah pada umumnya.besar kafarat itu dapat dilihat pada QS.al-Maidah ayat ke 89 : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).
3) Isi ila’ hendaklah : sumpah suami untuk tidak mencampuri tubuh istrinya.
Abdurrahman al jazairi mengatakan ada enam rukun ila’,yaitu :

a) Mahluf bihi,yaitu bersumpah dengan Allah
b) Mahluf alaih,yaitu bersumpah tidak akan menyetubuhi istri
c) Sighat,yakni bersumpah dengan ucapan
d) Muddah (masa),yaitu masa ila’ adalah empat bulan atau lebih
e) Suami 
f) Istri 

4. Waktu menunggu bagi ila’
Waktu menunggu ini ialah waktu yang ditentukan oleh suami dalam ial’nya,yang dalam waktu tersebut ia tidak boleh mencampuri istrinya.Dalam waktu ini pula suami diberi kesempatan untuk mempertimbangkan apakah akan menalak istrinya atau kembali lagi mencampuri istrinya.Dan dalam waktu menunggu ini juga adalah sebagai pelajaran bagi istri dan untuk dapat menginstrokspeksi diri mengapa suaminya berbuat demikian padanya,sehingga kemudian dia dapat mengakui kesalahan atau kekurangannya menjalankan kewajiban sebagai istri.Lama waktu yang ditentukan agama adalah empat bulan.

Al-qur’an dan hadis tidak menjelaskan dengan tegas lama waktu minimum dalam masa menunggu,yang disebut oleh suami adalah lafaz ila’nya.Sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu yang minimum itu ditentukan,apakah seahari,sepuluh hari dan sebagainya,sedang waktu menunggu yang maksimum adalah empat bulan.Jika suami berkata pada istri : “aku mengila’ kamu untuk selama-selamanya”,berarti suami haram mencampuri istrinya selama-lamanya.Mengila’ istri untuk selama-lamanya itu di larang agama,karna dapat merugikan pihak istri.Karena itu agama memberikan waktu berpikir selama empat bulan.Setelah lewat dari empat bulan itu suami harus memilih satu dari tiga hal berikut ini :

a. Ia menggauli istrinya,namun sebelumnya ia harus membayar kafarat sumpahnya.Suami tidak diwajibkan membayar kafarat sumpahnya jika dia menggauli istrinya setelah habis waktu menunggu sebagai yang tersebut dalam lafaz ila’nya.Apabila suami menggauli istrinya sebelum habis masa menunggunya maka ia wajib membayar kafarat sumpah itu.
b. Suami menjatuhkan talak pada istrinya.Talak itu adalah dihukumi talak ba’in kubro.Ini di karenakan bekas suami istri ini tidak boleh kawin untyuk selama-lamanya,kecuali jika suami telah membayar kafaratnya.
c. Apabila suami tidak melakukan dua ketentuan diatas maka istri berhak mengajukan cerai kepada pengadilan.

Sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa apabila suami tealh menjatuhkan talak pada istrinya,maka talak suami telah menghapus sumpah ila’ dari suami,karna itu suami boleh menikah lagi dengan istrinya tanpa harus membayar kafarat.Namun apabila kita melihat ayat maupun hadis yang berkaitan dengan ila’,maka ila’ itu adalah sejatinya sama dengan sumpah.Artinya jatuhnya talak karena ila’,tidak dapat menghapus sumpah.Oleh karenanya haram bekas suami menikahi istrinya tanpa terlebih dahulu membayar kafarat sumpahnya.

PENUTUP

Setelah panjang lebar kita membahas masalah ila’ dan zihar ini,maka dapat kita mengambil sebuah kesimpulan bahwa sebenarnya antara ila’ dan zihar ada kemiripan.Perbedaannya yang paling mencolok adalah dari faktor yang membangun keduanya.ila’ adalah sumpah sang suami untuk tidak mencampuri istrinya dalam waktu tetentu atau selamanya,yang oleh agama di berikan waktu menunggu selama empat bulan,atau sederhananya dapat kami sebut waktu untuk sang suami memikirkan dan mempertimbangkan kembali perbuatannya,apakah dia memutuskan untuk mencampuri istrinya kembali atau malah mentalaknya.Dan bagi istri waktu menunggu ini adalah waktu untuk introspeksi diri apa sebab ia sehingga di ila’ oleh sang suami.Zihar ialah tindakan suami menyamai istrinya dengan punggung ibunya,atau orang yang menjadi mahramnya.Sehingga suami haram mencampuri istrinya,kecuali jika membayar kafaratnya.Ziharpun memiliki waktu menunggu sebagaimana ila’,yaitu selama empat bulan.Zihar dan ila’ juga memiliki syarat-syarat sehingga dapat dilihat apakah itu sah atau batal.


Load comments

Ads 970x90