Fetching data...

Thursday, 18 June 2015

Muhammadiyah dan Majelis Tarjih

Muhammadiya adalah sebuah ormas Islam yang cukup besar dan berpengaruh di Indonesia. Sebagai sebuah organisasi Islam dan organisasi sosial, Muhammadiyah cukup memiki pengaruh yang besar dalam penetapan-penetapan hukum atau fatwa ulama’ di Indonesia. Muhammadiyah sebagai sebuah ormas Islam yang cukup besar di Indonesia, boleh dikatakan sebagai sebuah ormas yang telah sepuh, peran sertanya dalam perbaikan umat dari segi sosial maupun agama sudah tak mungkin disangsikan lagi.

Sebagaimana NU (Nahdlatul Ulama’), Muhammadiyah juga memiliki sebuah lembaga yang mengurusi masalah penetapan-penetapan hukum. Ini adalah sebagai bentuk akulturasi hukum islam terhadap kondisi bangsa indonesia dan kondisi kekinian. Agar amar ma’ruf nahi mungkar itu benar-benar dapat teraplikasikan dengan baik.

Menarik untuk kita membahas terkait organisasi Muhammadiyah ini, karna selain sebagai organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah juga tampil sebagai sebuah organisasi pembaharu, dalam artian ikut andil dalam melakukan penafsiran-penafsiran hukum yang ada dalam al-qur’an dan hadis untuk lebih sesuai dengan perkembangan zaman.

PEMBAHASAN
A. Lahirnya Muhammadiyah

Muhammadiya adalah organisasi yang lahir sebagai alternatif berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam Indonesia sekitar akhir abad 19 dan awala abad 20. Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta. “Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah.

Kata Muhammadiyah secara bahasa adalah berarti “pengikut Nabi Muhammad”. Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar, berasas Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist. Gerakan Muhammadiyah bermaksud untuk berta’faul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW, dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya izzul Islam wal muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemuliaan hidup sebagai realita.

Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada pelaksanaan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat. 

Adapun visi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya adalah senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dan demi mewujudkan visi itu, Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan Islam memiliki Misi; menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw, memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan, menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an sebagai kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia, dan mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.

Dapat kita krucutkan menjadi dua faktor terkait apa saja yang kemudian menyebabkan lahirnya muhammadiyah. Yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yaitu:

a. Faktor obyektif yang bersifat Internal. 
1) Kelemahan dan praktek ajaran Islam.
Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk.
2) Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini. 
3) Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli masyarakat-budaya setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistis tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha dan animisme hadir secara bersama-sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid. 
4) Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem pendidikan Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam pemahaman dan kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader-kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada materi pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak mengajarkan materi-materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi. 
b. Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal.
1) Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan. 
2) Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan. 
3) Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperolah melalui tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH. Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi KH. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga.

B. Pemikiran KH.Ahmad Dahlan
Sebenarnya tidak ada naskah yang tertulis dan dokumen yang dapat dijadikan bahan untuk mengkaji dan merumuskan pemikiran KH.Ahmad Dahlan. Naskah agak lengkap terdapat dalam penerbitan Hoofbestuur Taman Pustaka pada tahun 1923 sesaat setelah KH.Ahmad Dahlan wafat. Taman Pustaka mengatakan bahwa naskah diatas adalah buah pikir dari KH.Ahmad Dahlan.

Sesuai dengan data-data yang ada, secara garis besar dapat dituliskan pemikiran KH.Ahmad Dahlan sebagai berikut:
1. Dalam bidang aqidah KH.Ahmad Dahlan sejalan dengan pemahaman ulama’ salaf.
2. Menurutnya, beragama adalam beramal; artinya berkarya dan berbuat sesuatu, melakukan tindakan sesuai dengan pedoman isi al-qur’an dan sunnah.
3. Dasar pokok hukum islam adalah al-quran dan sunnah. Jika dari keduanya tidak ditemukan kaidah hukum yang eksplisit,maka ditentukan dengan penalaran dengan mempergunakan kaidah hukum yang logis, serta ijma’ dan qiyas.
4. Terdapat limajalan untuk memahami al-qur’an, yaitu mengerti artinya, memahami maksudnya (tafsir), selalu bertanya kepad diri sendiri, apakalah larangan dan perintah agama yang telah diketahui tela ditinggal dan erintah agamanya telah dikerjakan, tidak mencari ayat yang lain sebelum ayat yang sebelumnya dikerjakan.
5. Beliau menyatakan bahwa tindakan nyata adalah wujud konkrit dari penterjemahan al-Qur’an, dan organisasi adalah wadah dari penterjemahan tersebut. Untuk memproleh pemahaman demikian, orang islam harus mempertajam kemampuan akal dan pikiran dengan ilmu mantiq atau logika.
6. Sebagai landasan agar seseorang itu suka dan bergembira adalah orang itu harus yakin bahwa mati adalah bahaya, namun melupakan mati adalah hal yang lebih berbahaya
7. Kunci persoalan kualitas hidup dan kemajuan Umat Islam ialah pemahaman terhadap berbagai ilmu pengetahuan yang sedang berkembang dalam tata hidup masyarakat.
8. Pembinaan generasi muda (kader) dilakukan beliau dengan ionteraksi langsung. Untuk mewujudskan teorinya itu beliau mendirikan keopanduan yang kemudian diberi nama Hizbul Wathan, pengajian pemuda-pemuda yang dikenal dengan nama fathul asrar miftahus sa’adah.
9. Strategi mengahdapi perubahan sosial akibat modernisasi adalah merujuk kembali kepada al-qur’an menghilangkan sikap fatalisme, sikap taklid. Strategi tersebut dilaksanakan dengan menghidupkan jiwa dan semangat ijtihad melalui penngkatan kemampuan berfikir logis rasional dan mengkaji realitas sosial.
10. Objek dakwah Muhammadiyah adalah meliputi rakyat kecil, kaum fakir-miskin, para hartawan, dan para intelektual.

Dari seluruh pemikiran-pemikiran KH. Ahmad Dahlan, sangatlah mempengaruhi langkah dan pemikiran organisasi Muhammadiyah. Pemikiran-pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan kraton atau jawa yang begitu kental dengan budaya yang masih begitu kental. Juga tak bisa kita pungkiri bahwa pemikiran beliau juga bisa saja dipengaruhi oleh pemikiran dua tokoh pembaharu di timur tengah, Muhammad abduh dan Jamaludin al-Afgani. Mengingat beliau pernah belajar di timur tengah ketika semangat pan islamisme di keluarkan oleh dua tokoh itu.

C. Majelis tarjih Muhammadiyah
Menurut bahasa “tarjih” berasal dari kata “rajjaha” yang berarti memberi pertimbangan lebih daripada yang lain. Menurut istilah, para ulama’ berbeda-beda dalam memberikan definisi. Sebagian besar ulama’ hanafiah, syafi’iyyah dan hanabilah, memberikan rumusan bahwa tarjih itu perbuatan mujtahid, sehingga dalam kitab kasyif-u ‘ilasrar, sebagaimana yang dikutip dalam buku Manhaj Tarjih Muhammadiyyah, karya Prof.Drs.H. Asjmuni Abdurrahman menyuebutkan bahwa tarjih itu adalah: “usaha yang dilakukan mujtahid untuk mengemukakan satu di antara dua jalan yang bertentangan, karena adanya kelebihan yang nyata untuk dilakukan tarjih itu.”

Dalam penjelasan kita tersebut dikatakan bahwa mujtahid yang mengemukakan satu dari dua dalil itu lebihy kuat dari yang lainnya, karena adanya keterangan; baik tulisan, ucapan, maupun perbuatan yang mendorong mujtahid untuk mengambil yang mempunyai kelebihan daripada yang lain.

Ulama’ ushul menetapkan unsur-unsur tarjih sebagai berikut: pertama, adanya dua dalil. Kedua, adanya sesuatu yang menjadikan dalil itu lebih daripada yang lain. Sementara untuk dua dalil itu, disyaratkan: a. Bersamaan martabatnya, b.bersamaan kekuatannya, c. Keduanya menetapkan hukum dalam satu waktu.

1. Landasan manhaj tarjih Muhammadiyyah
- يا أيها الذين أطيعواالله وأطيعوا الرسول و أولى الأمر منكم فإن تنازعتم فى شيء فردوه الى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الأخرذلك خير وأحسن تأويلا (النساء 59)
- وما أتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا ...(الحشر 5)
- قل ان كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفرلكم ذنوبكم والله غفور رحيم ...)ال عمران31;( 
تركت فيكم أمرين ما إن تمسكتم بهما لن تضلوا أبدا كتاب الله و سنة رسوله
Manhaj Tarjih adalah pedoman beristinbath yang digunakan para ulama Muhammadiyah. Sebagai suatu pedoman bertarjih Manhaj Tarjih mengalami dinamika. Manhaj Tarjih disusun dan dikembangkan berdasarkan pengalaman para ulama menemukan hukum Islam.  
2. Pokok-pokok manhaj tarjih Muhammadiyah
a) Di dalam beristidlal, dasar utamanya adalah al-Quran dan as-sunnah as-Sahihah. Ijtihad dan istinbath atas dasar ‘illat terhadap hal-hal yang tidak terdapat di dalam nash, dapat dilakukan sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbudi dan memang merupakan hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dengan perkataan lain, Majelis Tarjih menerima ijtihad termasuk qiyas sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara langsung.
b) Dalam masalah hadis shahih dan dha’if, manhaj tarjih bersandar pada ketentuan kualitas hadis yang difahami dalam ilmu hadis. Dalam kaitannya dengan hadis hasan, maka hadis itu adalah yang kualitasnya di bawah shahih tapi lebih tinggi dari hadis dla’if. 
c) Dalam menentukan sesuatu keputusan dilakukan dengan cara musyawarah. Dalam menetapkan masalah ijtihad digunakan sistem ijtihad jama’iy. Dengan demikian pendapat perorangan dari anggota majelis tidak dapat dipandang kuat.
d) Tidak mengikatkan diri pada suatu mazhab tetapi pendapat-pendapat mazhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum sepanjang sesuai dengan jiwa al-Quran dan as-Sunnah atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat.
e) Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa hanya Majelis Tarjih yang paling benar.Keputusan diambil atas dasar  landasan dalil-dalil yang dipandang paling kuat yang didapat ketika keputusan diambil. Koreksi dari siapapun akan diterima sepanjang dapat diberikan dalil-dalil lain yang lebih kuat. Dengan demikian Majelis Tarjih dimungkinkan mengubah keputusan yang pernah ditetapkan.
f) Di dalam masalah aqiedah (tawhid) hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir;
g) Tidak menolak ijma’ Shahabat sebagai dasar sesuatu keputusan;
h) Terhadap dalil-dalil yang mengandung ta’arudl digunakan cara al-jam’u wat-tawfieq da kalau tidak dapat diakukan barudilakukan tarjih;
i) Menggunakan asas sadd adz-dzara’i untuk menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah;
j) Menta’lil dapat dipergunakan untuk memahami kandungan dalil-dalil al-Quran dan as-Sunnah sepanjang sesuai dengan kandungan syari’ah. Adapun kaidah “al-hukmu yaduru ma’a ‘illatihi wujudan wa’adaman” dalam hal-hal tertentu dapat berlaku;
k) Penggunaan dalil untuk menetapkan sesuatu hukum, dilakukan dengan cara komprehensif, utuh dan bulat tidak terpisah;
l) Dalil-dalil umum al-Quran dapat diktakhsis hadis Ahad kecuali dalam bidang aqidah;
m) Dalam mengamalkan agama Islam menggunakan prinsip at-taysir;
n) Dalam bidang ibadah yang ketentuan-ketentuannya dari al-Quran dan as-Sunnah, pemahamannya dapat dilakukan dengan mnggunakan akal sepanjang diketahui latarbelakang dan tujuannya. Meskipun harus diakui bahwa akal besifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash daripada akal memiliki kelenturan dalam menghadapiperubahan situasi dan kondisi;
o) Dalam hal-hal yang termasuk al-umur ad-dunyawiyyah pengunaan akal sangat diperlukan demi kemaslahatan ummat;
p) Untuk memahami nash yang musytarak paham Shahabat dapat diterima;
q) Dalam memahami nash yang erkaitan dengan aqiedah makna zhahir didahulukan daripada takwil. Dalam hal ini takwil Shahabat tidak harus diterima 
3. Prinsip umum manhaj tarjih
a) Al-muraa’at (konservasi) artinya pelestarian nilai-nilai dasar yang termuat dalam wahyu untuk menyelesaikan persoalan kehidupan. Ini dilakukan dengan upaya furifikasi atau pemurnian ajaran Islam. Prinsip ini dipraktekkan pada bidang akidah dan ibadah;
b) At-tahdits (modernisasi) artinya upaya pelaksanaan ajaran Islam guna memenuhi tuntutan spiritual ummat sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat. Ini dilakukan dengan melakukan reaktualisasi, reinterpretasi dan revitalisasi ajaran Islam;
c) Al-ibtikar (kreasi), penciptaan rumusan pemikiran Islam secara kreatif, konstruktif dalam menyauti persoalan kekinian. Ini dilakukan dengan menerima nilai-nilai yang tidak bertentangan  dengan nilai Islam melalui seleksi yang ketat dan komprehensif.

PENUTUP

Muhammadiya adalah organisasi yang lahir sebagai alternatif berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam Indonesia sekitar akhir abad 19 dan awala abad 20. Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebenarnya ada dua faktor objektif sehingga lahirnya Muhammadiyah. Yaitu faktor objektif internal dan faktor objektif eksternal.

Sebenarnya jika kita melihat semangat dari pemikiran Ahmad Dahlan, Beliau menginginkan agar terbentuknya sebuah masyarakat yang Islami, cerdas, memerangi kejumudan dan juga agar umat faham dan peka terhadap perkembangan zaman. Sehingga penafsiran terhadap ayat-ayat Allah dan hadis nabi harus terus berjalan.

Sebagaimana organisasi Islam yang sekelas dengan NU, Muhammadiyah juga memiliki sebuah lembaga penetapan hukum yang disebut majelis tarjih muhammadiyah. Muhammadiyah punya metode dan aturan-aturan tersendiri terkait pengistimbatan hukum, sebagaimana batsu masail-nya NU. Yang setidaknya terdiri atas landasan manhaj tarjih, pokok-pokok manhaj tarjih, dan prinsip umum manhaj tarjih.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Asjmuni, Manhaj Tarjih Muhammadiyah: Metodologi dan Aplikasi, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2007.
Mulkhan, Abdul Munir,Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial, Bumi Aksara: Jakarta, 1990
Abdl. Wahid, Wawan Gunawan, Manhaj Tarjih Muhammadiyah: Ushul Fiqh Majelis Tarjih Muhammadiyah,-

Load comments

Ads 970x90